jpnn.com, JAKARTA - Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memiliki cita-cita dan tujuan yang mulia, yakni penciptaan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya serta meningkatkan kualitas pelindungan bagi pekerja atau buruh.
Oleh karena itu, dalam mewujudkan amanat UU Cipta Kerja, seluruh elemen bangsa khususnya kepala dinas tenaga kerja (Kadisnaker) seluruh Indonesia agar berkolaborasi dan bersinergi.
BACA JUGA: Menaker Ida Fauziyah Minta Kadisnaker Bersinergi Kawal Implementasi UU Cipta Kerja
"Diperlukan adanya kesepahaman, sinergisme, dan kerja keras seluruh elemen bangsa khususnya aparatur pemerintah baik di tingkat pusat ataupun daerah dalam mengawal pelaksanaan ketentuan UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya," kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah dalam Rapat Kordinasi dengan Kadisnaker se-Indonesia secara virtual di Jakarta, Rabu (17/3).
Ida menambahkan bentuk kolaborasi dan sinergi lainnya yaitu selalu mengedepankan kekuatan dialog dalam menampung aspirasi stakeholder.
BACA JUGA: Kompol ZM jadi Bandar Sabu-sabu 1 Kilogram, Tewas Saat Tiba di Mako Brimob
Kemudian, kata Ida, memberikan pemahaman yang positif kepada stakeholder mengenai UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan.
Selain itu, lanjut Ida, berkoordinasi dengan institusi terkait di daerah masing-masing; dan mendukung dan berkontribusi dalam aktivitas komunikasi publik terkait UU Ciptaker klaster ketenagakerjaan.
BACA JUGA: Berita Duka: Irwansyah Meninggal Dunia
Menaker Ida mengatakan, ada empat bentuk peran dukungan yang dapat dilakukan pemerintah daerah dalam mewujudkan cita-cita UU Cipta Kerja sebagaimana diatura di dalam empat peraturan pemerintah (PP).
Pertama, PP Nomor 34 Tahun 2021 yang mengatur penggunaan tenaga kerja asing, pemda mempunyai peran terkait dengan pendapatan daerah yang berasal dari DKPTKA.
Kemudian, perda dan peraturan kepala daerah yang mengatur mengenai retribusi perpanjangan izin mempekerjakan TKA wajib disesuaikan paling lambat 3 bulan sejak PP ini berlaku. Pemda melakukan pembinaan dan pengawasan dalam penggunaan TKA sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Kedua, lanjut Ida, dalam PP Nomor 35 Tahun 2021 yang mengatur mengenai perjanjian kerja waktu tertentu, alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat, dan pemutusan hubungan kerja, pemda mempunyai peran menerima pencatatan PKWT di disnaker kabupaten/kota, dan menerima pelaporan PHK bagi daerah yang belum tersedia sarana jaringan atau daring.
"Pemerintah daerah juga berperan memberikan layanan mediasi terkait penyelesaian perselisihan HI (termasuk perselisihan PHK) dan pembinaan, pengawasan dan penegakan hukum (pengenaan sanksi)," ucapnya.
Ketiga, PP Nomor 36 Tahun 2021 yang mengatur mengenai pengupahan, pemda mempunyai peran melaksanakan kebijakan pengupahan. Dalam pelaksanaannya, pemda wajib berpedoman pada kebijakan pemerintah pusat, penetapan upah minimum provinsi (wajib), dan penetapan upah minimum kabupaten/kota (tidak wajib).
"Peran lainnya yaitu mencabut upah minimum sektoral yang ditetapkan setelah tanggal 2 November 2020 selambat-lambatnya 1 tahun sejak ditetapkan, pembentukan dewan pengupahan provinsi (wajib) dan kabupaten/kota (tidak wajib), dan pembinaan, pengawasan dan penegakan hukum (pengenaan sanksi)," ucapnya.
Keempat, lanjut Ida, dalam PP Nomor 37 Tahun 2021 yang mengatur mengenai penyelenggaraan program jaminan kehilangan pekerjaan, pemda mempunyai peran memberikan layanan pengantar kerja dan layanan pelatihan kerja terkait manfaat jaminan kehilangan pekerjaan.
Kemudian, menyediakan sarana dan prasarana dalam rangka memberikan layanan jaminan sosial yang terintegrasi; dan pembinaan, pengawasan, dan penegakan hukum (pengenaan sanksi) terkait pelaksanaan jaminan kehilangan pekerjaan. (jpnn)
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti