jpnn.com, JAKARTA - Kepala Pusat Studi Pancasila (PSP) Universitas Gadjah Mada Agus Wahyudi mengatakan UU Cipta Kerja memiliki nilai-nilai yang sesuai dengan Pancasila yaitu menciptakan lapangan kerja yang fleksibel dan dinamis dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan sosial.
Hal itu diungkapkan Agus saat Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja gelar seminar umum yang bertemakan “Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Kebijakan Ketenagakerjaan dan Kewirausahaan yang Berkeadilan Sosial” di Yogyakarta, Kamis (4/7).
BACA JUGA: Satgas UU Ciptaker Gelar Coaching Clinic Bagi Perempuan Pelaku UMKM di Pontianak
Agus menjelaskan pada sektor kewirausahaan, UU Cipta Kerja juga memberikan kemudahan dalam perizinan berusaha dan insentif kepada UMKM.
"Ini memudahkan mahasiswa dan para alumni untuk makin semangat berusaha," ungkap Agus.
BACA JUGA: UU Cipta Kerja Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Sampai 7%
Sejalan dengan hal tersebut, Sekretaris Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, Arif Budimanta, menegaskan UU Cipta Kerja sudah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Hal ini dapat dilihat dari pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang tersebut.
“Dasar pemikiran UU Cipta Kerja adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur," jelas Arif.
Menurut Arif, pertimbangan awal pada saat diajukannya UU Cipta Kerja adalah dalam rangka agar warga Indonesia mendapatkan kehidupan yang layak.
“Dalam pasal 2 ayat 1 UU Cipta Kerja ini disusun berdasarkan prinsip-prinsip pemerataan hak, kepastian hukum, kemudahan berusaha, kebersamaan, dan kemandirian," lanjut Arif.
Kemudian, Arif mengatakan perekonomian Indonesia ditopang oleh UMKM, sehingga seluruh kebijakan pemerintah dibuat dengan memperhatikan kemudahan dan kesejahteraan usaha mikro dan kecil tersebut.
“Karena, dalam 100 persen usaha yang ada di Indonesia, 99,99 persennya adalah UMKM. Sehingga dalam pasal 3 dijelaskan bahwa undang-undang ini dibentuk untuk tujuan menciptakan lapangan kerja dengan memberikan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan terhadap koperasi, usaha mikro kecil dan menengah," kata Arif.
Arif pun meluruskan terkait istilah investor yang selalu disalahartikan oleh banyak orang.
Menurut Arif, investor adalah satu kalimat yang sebenarnya netral, tidak menuju pada golongan atas dan besar, tetapi warga Indonesia yang bergerak di bidang usaha mikro itu pun juga investor bagi kemajuan perekonomian Indonesia.
“Selain investor, justru pelaku usaha mikro ini adalah inventor, karena mengkreasikan pekerjaan dan membangun ekosistem ekonomi," ujar Arif.
NIB Lebih Mudah
Direktur Deregulasi Penanaman Modal, Dendy Apriandi menjelaskan semenjak UU Cipta Kerja, penerbitan NIB melalui website OSS (Online Single Submission) hampir mencapai 10 juta NIB dengan 98 persen yang terbit adalah nomor induk milik UMKM.
“Dengan adanya OSS, bisa mendorong para pelaku usaha agar berani berusaha dan mendapatkan legalitas," jelas Dendy.
Lebih lanjut, Dendy mengatakan reformasi struktural yang melahirkan UU Cipta Kerja ini justru menjadikan UMKM tuan rumah di negeri sendiri, karena mereka merupakan tulang punggung perekonomian negara.
“Beberapa penyesuaian terkait dengan skala usaha dalam kriteria usaha. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk mendorong umkm agar bisa naik kelas, serta dalam upaya pemberdayaan dan kemudahan," ungkap Dendy.
Adapun seminar umum ini dihadiri oleh 250 orang dari perwakilan dinas Provinsi DIY, akademisi, serta para pelaku usaha UMKM dan koperasi.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul