UU Cipta Kerja Solusi bagi 29 Jutaan Pekerja Terdampak Covid-19

Kamis, 19 November 2020 – 20:31 WIB
Banyaknya perusahaan yang tutup di Batam, Kepri, menyebabkan pengangguran bertambah. Foto: batampos/jpg

jpnn.com, JAKARTA - Akademisi Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung Rudi Kurniawan mengatakan kehadiran UU Cipta Kerja salah satunya untuk solusi bagi kurang lebih 29 juta pekerja yang terdampak Covid-19.

Hal ini disampaikan Rudi dalam seminar daring bertajuk UU Cipta Kerja dan Dampak Resesi terhadap Perekonomian saat Ini dan Proyeksi Perekonomian 2021 baru-baru ini.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Habib Luthfi Tunda Maulid, Saksi Pernikahan Putri Rizieq Kena Covid

“Pemerintah menggulirkan UU Cipta Kerja salah satunya supaya persoalan 29,12 juta (pekerja terdampak Covid-19) ini cepat teratasi,” kata Rudi pada kegiatan yang digelar oleh Prodi Ekonomi Pembangunan FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus 2020, Rudi memaparkan, dari 29 juta pekerja itu terdiri dari 2,56 juta pekerja menganggur karena dampak wabah, 1,77 juta angkatan kerja yang sementara tidak bekerja karena pandemi, dan 24,03 juta pekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena pandemi.

BACA JUGA: Menteri Sofyan: UU Cipta Kerja Mengubah Paradigma Dunia Usaha di Indonesia

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNPAD ini mengungkapkan banyak dari pekerja yang di-PHK selama masa krisis tidak serta merta akan kembali bekerja setelah krisis berlalu karena resesi yang berkepanjangan.

“Berdasarkan riset Barrero, Bloom dan Davis (2020), sekitar sepertiga dari pekerja yang kehilangan pekerjaan selama krisis pada akhirnya menjadi pengangguran permanen,” sambung Rudi.

BACA JUGA: UU Cipta Kerja Memudahkan Jalur Birokrasi Perizinan dan Mencegah Korupsi di Institusi

Rudi mengungkapkan penyebab para pekerja menjadi pengangguran permanen karena mereka kehilangan keterampilan dan periode pengangguran yang panjang karena resesi mengubah etos kerja dan mengurangi keinginan mereka untuk mendapatkan pekerjaan.

Untuk itu, kata Rudi, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk mendorong perekonomian agar kembali ke potensinya dengan kebijakan stimulius fiskal dan moneter.

Yang tak kalah penting, lanjut Rudi, adalah kebijakan untuk mengatasi persoalan pengangguran agar kembali dan siap ke pasar kerja
dan tidak menjadi pengangguran permanen.

“Dengan UU Cipta Kerja, mereka yang di-PHK mendapatkan pelatihan-pelatihan supaya terasah dan tune in untuk kembali ke pasar kerja,” kata peneliti Center for Economics and Development (CEDS) UNPAD ini.

Persoalan pengangguran yang harus diatasi pemerintah bukan saja pekerja yang terdampak wabah tapi juga, menurut Rudi, angkatan kerja baru yang setiap tahunnya bertambah hingga 2 jutaan.

Untuk itu, kemudahan perizinan berusaha dan dukungan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menegah (UMKM) dan koperasi dalam UU Cipta Kerja, dinilai Rudi, tidak hanya bisa menciptakan lapangan kerja untuk menyerap pekerja dampak pandemi.

Namun juga menyerap angkatan kerja baru dan menstimulus masyarakat untuk berwirausaha.

Merespons pro-kontra dari disahkannya UU Cipta Kerja, Rudi menilai UU Cipta Kerja urgen dihadirkan untuk jangka panjang dan dia mendukung substansi dari UU ini.

“Terlepas dari salah ketik, saya sepakat dengan semangat dari UU Cipta Kerja,” kata Rudi.

“Prinsipnya, tidak semua orang bisa puas dengan suatu kebijakan publik. Pasti ada orang yang tidak dipuaskan. Itu biasa dalam proses politik” pungkas Rudi. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler