UU Cipta Kerja Memudahkan Jalur Birokrasi Perizinan dan Mencegah Korupsi di Institusi

Senin, 16 November 2020 – 18:51 WIB
Ilustrasi pekerja melinting rokok sigaret kretek di salah satu industri rokok di Tulungagung, Jawa Timur. Foto: Antara/Destyan Sujarwoko/aww/pri.

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti bidang Ekonomi, The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) M. Rifki Fadilah mengatakan, Undang-undang (UU) Cipta Kerja diyakini bisa menciptakan efisiensi regulasi seiring dengan dihapusnya beberapa pasal dan UU yang menghambat pada perizinan usaha dan investasi.

"UU Cipta Kerja merupakan solusi dari salah satu permasalahan yang ditekankan oleh penilaian EODB (Ease of Doing Business) untuk Indonesia, yaitu persoalan perizinan hingga ketidakpastian hukum yang menjadi hambatan bagi pelaku usaha untuk berinvestasi selama ini," kata M Rifki di Jakarta, Senin (16/11).

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Panglima TNI Muncul, Suasana Tegang, Rizieq Harus Bayar Denda Rp 50 juta, Perawat Cantik Tertawa

Selain itu, UU ini juga diyakini meminimalisir terjadinya praktik institutional corruption di sektor manufaktur, karena berkurangnya transaction costs pada perizinan usaha dan investasi.

Secara teori, sambungnya, institutional corruption adalah jenis korupsi yang strategik dan sistemik yang bisa menghambat atau melemahkan suatu institusi untuk mencapai tujuannya.

BACA JUGA: Sofyan Djalil: UU Cipta Kerja Regulasi Kreatif dari Banyaknya Peraturan di Indonesia

Korupsi semacam ini, lanjut dia, berpotensi untuk menyalahgunakan wewenang dan aturan di badan pemerintahan, yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki uang dan pengaruh.

Institusi pemerintahan yang seharusnya bertujuan untuk mengayomi dan mendahulukan kepentingan publik, justru berubah haluan menjadi mendahulukan kepentingan orang-orang yang memberikan “amplop” paling banyak.

BACA JUGA: Pemprov Jabar Harap UU Cipta Kerja Permudah Usaha dan Atasi Tumpang Tindih Kebijakan

"Dengan demikian, UU Cipta Kerja diharapkan bisa menghindarkan biaya-biaya yang tidak diperlukan (transaction cost) karena adanya institutional corruption yang terjadi pada pihak-pihak tertentu," jelasnya.

Menurutnya, UU Cipta Kerja berpotensi secara langsung maupun tidak langsung untuk mendorong kemudahan berusaha dan berinvestasi, khususnya ke sektor manufaktur.

Sektor manufaktur merupakan sektor yang dapat berfungsi sebagai sektor padat karya yang mampu menyerap angkatan kerja Indonesia.

UU Cipta Kerja juga ditujukan untuk membantu menjawab permasalahan dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang ada.

Misalnya lewat peraturan yang sinkron dan proses yang sederhana dan akuntabel, serta penegakan hukum berdasarkan regulasi yang relevan dan efektif, untuk mendukung kebebasan ekonomi dan berusaha setiap orang, oleh Pemerintah, baik di tataran pusat maupun daerah.

"Terlepas dari pro dan kontranya, dan tentu dengan terus memberikan masukan dan kritik yang konstruktif dalam penerapannya, sampai di sini, kita perlu memaknai bahwa semangat UU Cipta Kerja adalah untuk melakukan reformasi domestik dengan harapan Indonesia semakin memiliki daya saing yang kompetitif di pasar global," sambungnya.

Dengan Indonesia kompetitif di pasar global, maka investasi akan datang. Ketika investasi datang, maka putaran berikutnya akan menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih luas.

Ketika lapangan pekerjaan tercipta, maka penduduk Indonesia kini memiliki pendapatan yang bisa digunakan untuk membawanya kepada akses pendidikan, kesehatan, dan juga kehidupan yang lebih baik.

Hal ini jika tercapai akan berefek juga kepada peningkatan kesejahteraan. Artinya, secara makro, efek domino ini juga akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi.

"Oleh sebab itu, UU Cipta Kerja hendaknya dimaknai sebagai kerja sama antara semua pihak untuk sama-sama membawa Indonesia naik kelas ke arah yang lebih baik dan mampu mewujudkan masyarakat yang lebih sejahtera," pungkasnya. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler