UU Ciptaker Bisa Harmonisasikan Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah

Kamis, 11 Februari 2021 – 23:10 WIB
Ari Sujanto. Foto: Tangkapan Layar

jpnn.com, JAKARTA -  

Tim Serap Aspirasi Lingkungan Hidup Budi Mulyanto menjelaskan, Indonesia menghadapi banyak tantangan.

BACA JUGA: Klaster Perpajajakan UU Cipta Kerja Beri Angin Segar Bagi Pelaku UMKM

Di antaranya ialah pengangguran, kemiskinan, dan impor pangan yang masih tinggi.

Nah, Undang-Undang Cipta Kerja dinilai bisa mengharmoniskan kebijakan pemerintah pusat dan daerah untuk menunjang iklim investasi bagi penciptaan lapangan kerja.

BACA JUGA: Tim Buruh Menggugat Nilai Pemerintah Tak Serius Hadapi Uji Materi UU Cipta Kerja

Selain itu, regulasi pelaksanaan UUCK terdapat 40 R-PP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dan empat perpres peraturan presiden untuk menampung aspirasi masyarakat dan disampaikan kepada pemerintah.

Menurut Budi, masukan dan aspirasi dari masyarakat sangat beragam sehingga tidak semua diterima.

"Masukan dan aspirasi masyarakat kami coba analisis, kualifikasikan, dan pertimbangkan. Ada yang diterima penuh, ada juga yang ditolak, tetapi aspirasi sangat penting untuk improvement RPP yang ada," kata Budi dalam webinar Katadata dengan tajuk Aturan Turunan UU Cipta Kerja, Rabu (10/2).

Direktur Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Ari Sujianto menjelaskan, peraturan pemerintah yang diganti merupakan izin lingkungan, pengelolaan kualitas dan pencemaran air, udara, hingga Limbah B3.

Oleh karena itu, izin usaha tidak memasukkan persyaratan lingkungan, tetapi telah tercantum dalam izin lingkungan.

"Pada saat analisis dampak lingkungan, itu melibatkan uji kelayakan. Tidak dengan mengurangi kualitas lingkungan, mengalihkan beban. Selain itu, tetap menjaga standar, integrasi, dan pemahaman konsep," ucap Ari.

Ari menambahkan, UU Cipta Kerja juga tidak menghilangkan pelibatan masyarakat dalam penyusunan dokumen amdal. Menurut Ari, pelibatan masyarakat dilakukan secara proporsional.

“UU Ciptaker memberikan perhatian lebih terhadap kepentingan masyarakat yang terkena dampak langsung dari rencana usaha oleh pemrakarsa kegiatan dengan tetap membuka ruang bagi pemerhati lingkungan dan LSM pembina masyarakat terkena dampak,” ujarnya.

Dia menjelaskan, pengaturan pelibatan masyarakat di luar masyarakat terkena dampak langsung dilakukan oleh pemerintah melalui Tim Uji Kelayakan (TUK).

Dalam UU Ciptaker, saat penyusunan amdal, masyarakat yang dilibatkan adalah yang terdampak langsung dan LSM pembina langsung masyarakat.

Sementara itu, Direktur Eksekutif WALHI Nasional, Nur Hidayati, berpendapat bahwa keputusan dalam UUCK tidak melalui partisipasi masyarakat.

Menurut dia, hal itu memberikan dampak terhadap lingkungan di mana masyarakat tinggal.

"Kami bisa mengatakan bahwa proses partisipasi itu sangat rendah, non-participant karena tidak ada keterlibatan masyarakat, hanya ada pada yang memiliki kepentingan atau substansi," ungkapnya.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Andri G Wibisana pun sependapat dengan Nur. Menurut dia, pemerintah kurang mengontrol izin lingkungan.

"Izin dalam bidang lingkungan itu penting untuk mengontrol eksternalitas. Jadi, izin lingkungan lebih penting dibanding izin usaha," kata dia. (jos/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler