jpnn.com, JAKARTA - Komisi V DPR RI memberikan perhatian serius terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Covid-19 yang berdampak pada kemungkinan terhapusnya dana desa (DD). Dewan meminta agar dana desa tetap harus ada dan penggunannya tidak boleh keluar dari urusan desa.
Pernyataan itu disampaikan anggota Komisi V DPR Irwan untuk merespons rencana judicial review (JR) terhadap Pasal 28 UU Tahun 2020 yang diajukan para kepala desa yang tergabung dalam organisasi Persatuan Rakyat Desa (Parade) Nusantara. “Mengajukan JR ke MK adalah hak warga negara,” kata Irwan, Selasa (30/6).
BACA JUGA: Margarito Kamis: Pembangunan Desa Tanpa Dana Desa Terancam Mandek
Menurut dia, UU No 2/2020 sudah berlaku, bahkan sudah ada turunannya berupa peraturan pemerintah (PP).
Sebelumnya, UU No 2/2020 itu berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), kemudian disahkan oleh DPR menjadi undang-undang. Jika sekarang ada yang tidak puas dengan UU itu dan merasa dirugikan, maka mereka berhak mengajukan uji materi ke MK.
BACA JUGA: Akhmad Muqowam Sesalkan Pencabutan Dana Desa Dalam UU 2/2020
"Kalau ada yang dirugikan, bisa tempuh jalur hukum ke MK," terang politikus Partai Demokrat itu.
Menurut Irwan, Pasal 72 ayat (2) UU Desa dinyatakan tidak berlaku selama penanganan pandemi Covid-19. Dengan aturan itu, maka pemerintah mempunyai diskresi menggunakan DD untuk kebutuhan. Misalnya, untuk bantuan langsung tunai (BLT). Jadi, pembagian BLT dari dana desa mempunyai payung hukum. "Kan UU Desa tidak mengatur BLT," ungkap dia.
BACA JUGA: 88 Persen Penerima BLT Dana Desa adalah Petani
Legislator dari Dapil Kalimantan Timur itu mengatakan, saat ini DPR dan pemerintah masih proses membahas DD. Menurut dia, DD untuk 2021 harus tetap dianggarkan. Nilai anggarannya sekitar Rp 72 triliun.
"Untuk memastikan anggaran desa, teman-teman kepala desa bisa cek ke Kementerian Keuangan," terang dia.
Irwan menegaskan bahwa pihaknya akan mengawal dan mengawasi penggunaan DD. Anggaran itu harus digunakan untuk keperluan desa.
"Kalau pun digunakan untuk Covid-19, maka harus diperuntukkan untuk penanganan Covid-19 di desa, bukan keperluan lainnya," tegas dia.
Wasekjen Partai Demokrat itu meminta DD harus tetap ada, karena dana itu sangat dibutuhkan masyarakat desa. Pihaknya akan terus memperjuangkan DD.
Sebelumnya, Parade Nusantara mengajukan permohonan uji materi ke MK. Mereka menggugat UU Nomor 2/2020 tentang Penetapan Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
UU No 2/2020 itu digugat karena dianggap merugikan rakyat desa. Khususnya, pasal 28 ayat (8) UU 2/2020 yang berbunyi, "Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka Pasal 72 ayat (2) beserta penjelasannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan penyebaran Covid- 19."
Sekjen Parade Nusantara Dimyati Dahlan mempertanyakan apa bentuk dan ukuran serta dasar hukum pengalokasian DD ketika UU Desa Pasal 72 ayat (2) beserta penjelasanya dinyatakan tidak berlaku.
"Apakah di kesampingkan saja UU 2 2020 Pasal Pasal 28 ayat (8) tersebut? Dan dianggap salah ketik begitu? Ya mungkin 2021 sementara masih, entah di kasih nama apa terserah, yang jelas namanya bukan Dana Desa lagi karena dasar hukumnya sudah tidak berlaku atau tidak ada," paparnya.
Dimyati berpendapat, belanja APBN ke Desa sudah tidak wajib pada tahun 2021 jika merujuk UU Corona. "Kalau ada (alokasi DD), ini mungkin merupakan belas kasihan dan kemurahan hati pemeritah pusat," ungkapnya.
Menurut Dimyati, perkembangan terkini di DPR soal pembahasan DD itu semakin menunjukkan ketidakpastian hukum dan nasib DD. "Maka akan peluang untuk membatalkan Pasal 28 ayat (8) di MK menjadi solusi terbaik untuk Pemerintah Pusat dan Pemerintah Desa," tegas Dimyati.(fri/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Friederich