jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Arsul Sani mengaku tidak mau berpolemik atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian perkara bernomor 79/PUU-XVII/2019 tentang penyadapan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Jadi kalau sekarang dibatalin, gak masalah," kata Arsul di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (5/5).
BACA JUGA: Soroti Isu Pemecatan Novel Baswedan Cs dari KPK, Mas Didik Bilang Begini
MK dalam keputusannya itu menyebut penyadapan yang dilakukan pimpinan KPK tidak memerlukan izin dari Dewan Pengawas (Dewas). Namun, cukup memberitahukan kepada Dewas.
Arsul pun meminta publik tidak menyudutkan pihak tertentu atas keputusan MK tentang penyadapan di KPK.
BACA JUGA: Usut Kasus Suap kepada Penyidik, KPK Periksa Sekda Cimahi
"Kita juga tidak perlu menyalah-nyalahkan," ujar legislator fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Adapun ketentuan penyadapan perlu izin Dewas KPK tertuang dalam Pasal 12C ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
BACA JUGA: 75 Pegawai KPK Gagal menjadi ASN, Siapa Saja?
Menurut Arsul, kala itu para legislator di Senayan memiliki alasan tertentu sehingga membuat aturan penyadapan di KPK memerlukan izin dewan lembaga antirasuah.
"Katakanlah teman-teman anggota DPR, anggota Panja pada saat itu yang berpendapat sudah harus dengan izin, karena masing-masing ada argumentasinya," ujar alumnus Universitas Indonesia (UI) tersebut.
Secara pribadi, Arsul mengaku sejak awal termasuk yang berpendapat bahwa Dewas KPK cukup mendapat pemberitahuan saja dalam hal penyadapan.
"Jadi penyelidik, penyidik atau pimpinan KPK harus memberitahukan dan setelah itu Dewas melakukan audit secara berkala terhadap kerja-kerja penyadapan," kata pria Pekalongan, Jawa Tengah itu. (ast/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan