UU Pornografi Dipersoalkan di MK

Rabu, 11 Maret 2009 – 21:29 WIB

JAKARTA – Sidang pengujian UU Nomor 44/2008 tentang Pornografi kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (11/3)Agenda sidang kali ini adalah perbaikan permohonan

BACA JUGA: Jelang Pemilu, Partai dan Rakyat Saling Peras

Sebab, pada sidang sebelumnya, Hakim Konstitusi telah mempertanyakan kedudukan hukum (legal standing) para pemohon


Jika sebelumnya pemohon memposisikan diri sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat, namun pada sidang kali ini, legal standing diperbaiki menjadi kelompok orang yang memiliki kepentingan yang sama, yakni mencegah timbulnya kerugian dan mempertahankan hak konstitusional untuk mengembangkan diri dan memperoleh manfaat dari seni dan budaya serta kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya, sebagaimana terdapat dalam Pasal 28C ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28I ayat (3), serta Pasal 32 ayat (1) UUD 1945.

OC Kaligis, Kuasa Hukum pemohon dalam sidang itu mengilustrasikan, ahli hukum dari Belanda, van Vollenhoven—dalam penelitiannya menemukan bahwa Indonesia terdiri atas 315 suku

BACA JUGA: Temui Mega, Buya Puji JK

Bapak Antropologi Indonesia, Koentjaraningrat, juga menyatakan tidak kurang dari 115 suku mendiami bumi Indonesia
Inilah yang melatarbelakangi peniadaan Piagam Jakarta, karena pluralisme sejatinya menjadi karakter bangsa Indonesia

BACA JUGA: KPK Segera Eksekusi Urip



OC Kaligis mencontohkan, bahwa tarian Tumetenden mengharuskan penari wanita mengenakan pakaian minim dan ketatJuga ada karnaval figura yang mewajibkan laki-laki berbaju perempuan dan sebaliknya''Apakah hal ini juga harus dilarang berdasarkan UU Pornografi?,'' kata Kaligis dengan nada tanya besar.

Bahkan, pelarangan Jaipongan di Jawa Barat juga akibat peraturan daerah (Perda) yang merujuk pada Pasal 1 angka (1), Pasal 4 ayat (1) huruf (d) dan Pasal 10 UU PornografiPadahal, bagi Kaligis, tari Jaipong adalah tari tradisional yang semestinya justru harus dijaga kelestariannya karena nilai estetika yang ada''Bukan justru ditafsir sebagai bentuk pornoaksi,'' ungkapnya.

Sementara itu, majelis hakim menyatakan menerima perbaikan permohonan ini untuk dilaporkan ke pleno rapat permusyawaratan hakimJika pleno menyetujui, maka agenda sidang berikutnya adalah untuk mendengarkan keterangan dari pihak pemerintah, DPR, dan saksi/ahli dari pemohon atau dari pihak pemerintah itu sendiri.(sid/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... MUI Harus Cerdas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler