jpnn.com, ROMA - Varian COVID-19 Delta mendominasi Italia, kata Institut Kesehatan Nasional (ISS) pada Jumat (30/7), merilis data yang menunjukkan varian tersebut menyumbang 94,8 persen kasus sejak 20 Juli.
Varian yang pertama kali ditemukan di India pada Desember 2020 itu kini menjadi dominan di dunia dan menyebabkan lonjakan tingkat infeksi yang memicu kekhawatiran pemulihan ekonomi global.
BACA JUGA: Varian Delta Masuk Bali Sejak Bulan Lalu, Kadiskes Sujaya Ungkap Tanda Aneh Ini
Dalam survei sebelumnya berdasarkan data per 22 Juni, varian Delta hanya menyumbang 22,7 persen kasus.
"Sangat penting untuk melanjutkan pelacakan kasus secara sistematis dan merampungkan siklus vaksinasi secepat mungkin," kata Kepala ISS Silvio Brusaferro melalui pernyataan.
BACA JUGA: Tiongkok Berharap Bisa Atasi Varian Delta dengan Jumlah Tes yang Banyak dan Karantina Lebih Lama
ISS mengeklaim survei mereka tidak mencakup semua kasus varian, tetapi hanya yang terdeteksi pada hari itu.
Pihaknya menambahkan bahwa varian Gamma, yang pertama kali muncul di Brazil, berkurang menjadi 1,4 dari 11,8 persen dalam survei terdahulu.
ISS juga menunjukkan "peningkatan yang sangat tipis" dalam kasus varian Beta, yang mulanya terdeteksi di Afrika Selatan, yang katanya ditandai oleh pengelakan imun secara parsial.
Italia mencatat 128.029 kematian COVID-19 sejak wabah melanda negara tersebut pada Februari tahun lalu. Angka tersebut merupakan yang tertinggi kedua di Eropa setelah Inggris, dan tertinggi kedelapan di dunia.
Hingga kini, tercatat pula 4,34 juta kasus COVID-19 di negara tersebut.
Hingga Jumat, hampir 59 persen warga Italia yang berusia 12 tahun ke atas telah mendapatkan dosis vaksin lengkap, sementara sekitar 10 persennya masih menunggu dosis kedua. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil