jpnn.com - BATAM - PT Erajaya Swasembada Tbk melalui anak usahanya, PT Teletama Artha Mandiri (TAM) menjual produk telepon seluler bermerek Venera seri 138 yang dijual di kisaran harga Rp 150 ribu. Erajaya mempercayakan pembuatan ponsel lokal itu kepada PT Sat Nusapersada Tbk di Batam.
”Produksi feature phone Venera di PT Sat Nusapersada Batam ini untuk mendukung pengembangan industri dalam negeri. Ke depan kita mau mengembangkan lebih besar lagi untuk local manufacturing (manufaktur lokal),” ujar Hasan Aula, Chief Executive Officer (CEO) Erajaya Group seperti diberitakan Batam Pos.
BACA JUGA: Kode Genetik HIV Diubah, Pasien AIDS Bisa Sembuh
Meski dibanderol murah, namun ponsel Venera 138 dibekali fitur yang bagus. Sebut saja kamera digital 1.8 QQVGA dengan resolusi 128×160 piksel, koneksi bluetooth, GPRS, fitur hiburan seperti radio FM, eksternal memory micro SD hingga 8 GB, serta dual simcard (dua kartu sim), dan menggunakan baterai Li-ion 600 mAh.
Layar warnanya dengan tampilan yang cukup jernih juga lumayan untuk ukuran ponsel di kelasnya. Tersedia pilihan warna seperti hitam, hitam putih dan hitam hijau.
BACA JUGA: Kembangkan Teknologi Anti Sadap Buatan Dalam Negeri
Menurut Hasan, Indonesia dengan penduduk 250 juta jiwa memiliki pangsa pasar ponsel yang sangat besar. Meski begitu, flagship ponsel Venera saat ini masih lebih banyak menggarap pasar kelas menengah bawah.
”Peluang feature phone masih sangat besar, karena pemainnya sudah tak banyak. Tapi harus diakui feature phone mulai tergerus, tapi kisarannya masih sekitar 60 persen dari total value,” urai Hasan.
BACA JUGA: Jongla Instant Messenger Gandeng XL
Dari hitungan bisnis, Hasan menilai produksi ponsel di dalam negeri dianggap lebih kompetitif dibanding harus impor dari Tiongkok. ”Harga relatif sama, tapi kalau produksi dalam negeri kan kita mendukung industri nasional, sesuai peraturan Menteri Perdagangan,” katanya.
Sementara Direktur Utama PT Sat Nusapersada Tbk, Abidin Hasibuan mengatakan bahwa keberhasilan perusahaannya dalam memproduksi ponsel di dalam negeri diharapkan dapat mengerem laju impor ponsel nasional yang luar biasa besar. Menurut dia, Indonesia mengalami defisit impor ponsel, yang jumlahnya menempati posisi kedua terbesar setelah migas (minyak dan gas). ”Tahun 2014 hingga Agustus impor ponsel sudah mencapai 34 juta unit atau setara USD 2,1 miliar,” katanya.
Dengan produksi dalam negeri, dia menyambung, setidaknya efek yang didapat masyarakat lebih nyata. Di antaranya terbuka lapangan kerja dan juga menambah pajak. ”Kami berharap para importir di Indonesia tahu bahwa negara kita bisa bikin ponsel sendiri. Ini yang pertama produksi dalam negeri,” tutur Abidin.(rna/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gandeng Hacker Perangi Teroris
Redaktur : Tim Redaksi