jpnn.com, JAKARTA - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyoroti video viral seorang guru mengusir siswa sekolah dasar (SD) dari ruang kelas lantaran anak tersebut belum divaksin Covid-19.
Melalui keterangan tertulis yang diterima JPNN.com, Bu Retno mengaku menerima informasi itu dari sejumlah orang yang mengirimkan video viral tersebut.
BACA JUGA: Mbak Rara Si Pawang Hujan: Santai Saja, Pak! Nanti Reda Sendiri
Video itu menggambarkan suasana kelas di salah satu SD. Lalu ada suara guru yang meminta seorang anak keluar kelas tidak bisa mengikuti Try Out (TO) dengan alasan si anak belum vaksinasi Covid-19.
Konon, unggahan di Twitter melalui akun @SaveMoslem2 menyebutkan bahwa kejadian itu berlangsung di salah satu SD di Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra).
BACA JUGA: KKB Pimpinan Egianus Kogoya Menyerang dari Berbagai Arah, Letda Mar Moh. Iqbal Gugur
Bu Retno mengecam tindakan yang dilakukan oleh sekolah melalui tenaga pendidiknya dengan cara meminta anak keluar kelas sehingga tidak bisa mengikuti TO. Apalagi, itu dilakukan di hadapan umum, disaksikan oleh teman-teman siswa itu.
"Kondisi tersebut pastilah berdampak pada mental atau psikologis anak korban," ucar Retno Listyarti pada Senin (28/3).
BACA JUGA: Ditelepon Dahlan Iskan Malam Jumat Kliwon, Mbak Rara Pawang Hujan Sampaikan Permintaan
Menurut Retno, mungkin sekolah sebelumnya sudah menyampaikan ketentuan tertulis soal wajib vaksin sebagai syarat TO kepada para orang tua peserta didik, tetapi cara oknum guru “mengusir” dan direkam tidaklah tepat.
Mantan kepala SMAN 3 Jakarta itu menilai tindakan oknum guru usir siswa tersebut berpotensi kuat membuat mental anak jatuh, padahal dia sudah kelas akhir dan akan mengikuti ujian kelulusan sebentar lagi.
"Kejadian itu bisa dikategorikan sebagai kekerasan psikis atau mental dan berpotensi kuat melanggar UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," sebutnya.
Oleh karena itu, Retno mendorong Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Konawe untuk melakukan home visit kepada anak korban kebijakan sekolah itu.
Dia meminta agar anak tersebut diberikan asesmen psikologi untuk mendapatkan hak pemulihan jika siswa itu mengalami masalah psikologi dari dampak kasus ini. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam