jpnn.com - Cerita yang dihadirkan The Lion King versi remake kurang lebih sama seperti film aslinya. Suatu hari seekor anak singa lahir. Dia adalah Simba (JD McCrary), putra pasangan raja dan ratu Pride Rock, Mufasa (James Earl Jones) dan Sarabi (Alfre Woodard).
Ketika semua hewan di Pride lands hadir dalam upacara pengenalan Simba, Scar (Chiwetel Ejiofor) tak datang. Diam-diam dia menyimpan dendam. Sebab, karena Simba lahir, dia tidak bisa meneruskan takhta sebagai raja.
BACA JUGA: The Lion King Sudah Tayang di Bioskop, Visual yang Mengesankan
Scar pun bersekongkol dengan kawanan hiena untuk menyusun rencana menyingkirkan Mufasa dan Simba. Mereka berhasil membunuh Mufasa. Namun, tidak dengan Simba. Dia putus asa dan memulai hidup di tempat yang baru bersama teman-teman baru pula, Pumbaa dan Timon.
Hingga suatu hari, tanpa sengaja Simba bertemu teman masa kecilnya, Nala (Beyonce). Simba yang tumbuh menjadi singa dewasa kemudian mencari jati diri dan memenuhi takdirnya sebagai pemilik takhta Pride Rock yang sesungguhnya.
BACA JUGA: Mengintip Rumitnya Dapur The Lion King
BACA JUGA: The Lion King Sudah Tayang di Bioskop, Visual yang Mengesankan
Tentu saja yang sudah nonton tahu bagaimana film itu akan berakhir. Penulis skenario Jeff Nathanson juga tidak membuat perubahan besar dalam alur cerita. Bahkan, banyak part dialog yang terkesan flat. ''Tanpa percikan animasi, ceritanya datar. Tidak ada keajaiban di dalamnya,'' komentar Peter Travers, kolumnis Rolling Stones.
BACA JUGA: Toy Story 4, Bukan Sekadar Hiburan
Untung, ada beberapa elemen penolong. Salah satunya, pengisi suara yang hebat. Ada Donald Glover dan Beyonce yang mengisi suara Simba dan Nala dewasa. Meski tidak beradu akting secara langsung, chemistry yang ditampilkan Glover-Beyonce terasa nyata. Terutama dalam scene ketika keduanya membawakan lagu Can You Feel the Love Tonight.
Penampilan Seth Rogen sebagai babi hutan bernama Pumbaa dan Billy Eichner sebagai meerkat bernama Timon juga jadi elemen yang menceriakan film tersebut. Keduanya membuat The Lion King jadi lebih segar dan menyenangkan.
''Mereka tiba-tiba menyuntikkan beberapa humor dalam film yang terasa sangat gelap (karena Mufasa baru saja mati dan Simba putus asa, Red). Suara Seth Rogen ternyata cocok untuk babi hutan, dan Billy Eichner mencuri seluruh perhatian sebagai Timon,'' komentar Alex Abad-Santos dan Alissa Wilkinson, kolumnis Vox.
Kalau dari alur cerita dinilai biasa, tidak begitu dengan efek visual yang jadi kekuatan utama film itu. Tidak bisa disebut live-action karena seluruh gambar dibuat di studio efek visual di London, MPC. Namun, hasilnya benar-benar terlihat riil. Sangat detail sampai ke hal-hal superkecil.
''Setiap rambut dan kumis, setiap jejak kaki yang menimbulkan kepulan debu. Anda akan percaya bahwa Pride Rock adalah tempat nyata di suatu tempat di Afrika, mengawasi bentang alam yang dijaga ketat oleh raja singa besarnya, Mufasa,'' komentar Helen O'Hara, kolumnis Empire.
Mungkin cela dari keajaiban efek visual tersebut adalah mimik wajah para hewan yang masih terkesan dipaksakan. Wajah mereka tak menampilkan emosi selayaknya manusia. Berbeda dengan versi animasi 1994 yang bisa lebih ekspresif. ''Jelas terlihat kurang saat kucing-kucing ini berbicara, dan bahkan ketika menyanyikan lagu,'' imbuh O'Hara.
Oh iya, soal lagu dan musik, soundtrack The Lion King juga istimewa. Selain karena Beyonce yang membawakan lagunya, penggarapan album melibatkan lebih dari 20 artis dari AS, Nigeria, Afrika Selatan, Ghana, dan Kamerun. (adn/c18/jan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Toy Story 4 Berjaya di Pekan Kedua
Redaktur & Reporter : Adil