Vonis Djoko Tjandra, MA Malah Dikecam

Kamis, 09 Juli 2009 – 20:51 WIB

JAKARTA -- Pengamat hukum dari Universitas Muhammadiyah, Chairul Huda menilai Peninjauan Kembali (PK) kasus Djoko Tjandra terpidana kasus cassie Bank Bali oleh Kejaksaan Agung kepada Mahkamah Agung (MA) dianggap telah melanggar undang-undang.

"Secara formal PK hanya dapat dilakukan oleh terpidana atau ahli warisnyaSementara Kejaksaan Agung yang kini membahas tidak mempunyai legal standing untuk mengajukan PK," kata Chairul Huda dalam diskusi bertajuk 'Kontroversi PK dalam perspektif penegakkan hukum di Indonesia' di press room DPR, Jakarta, Kamis (9/7).

Sebelumnya, Djoko Tjandra terpidana kasus cassie bank Bali telah di putus bebas oleh Mahkamah Agung (MA)

BACA JUGA: Penderita Flu Babi Capai 52 Orang

Kejaksaan Agung mengajukan PK ke MA
PK kejaksaan ini kemudian dikabulkan MA dengan memvonis masing-masing 2 tahun penjara Djoko Tjandra dan mantan Gubernur BI, Syahril Sabirin dalam kasus yang sama.

"Putusan Mahkamah Agung memvonis 2 tahun penjara Djoko Tjandra dan Syahril Sabirin telah merusak tatanan hukum di Indonesia karena telah bertentangan dengan undang-undang serta memutuskan lebih berat dari pada putusan yang sebelumnya," tegas Chairul Huda.

Dalam diskusi yang sama, advokat Peradi, Petrus Selestinus malah menuding MA jadi lembaga hukum yang pertama merusak tatanan hukum di Indonesia

BACA JUGA: BMKG Papua Harus Diperkuat

Menurut dia, MA yang telah mengabulkan PK yang diajukan oleh Kejaksaan Agung merupakan sebuah pelanggaran
"Dalam kasus Djoko Tjandra dan Syahril Sabirin kita lihat jelas bahwa tidak ada aturan yang membolehkan untuk mengajukan PK, tetapi jaksa mencoba melakukan," jelasnya.

Sementara anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Arbab Paproeka memaparkan bahwa DPR dalam membuat Undang-Undang terkait dengan pengajuan PK, hanya diperkenankan bagi terpidana atau keluarga terpidana

BACA JUGA: Di Indonesia, Sudah 52 Orang Terserang Flu Babi

"Artinya sejak awal rakyat melalui wakilnya di DPR itu mengadakan instrumen itu (PK, red) tidak pada jaksa tapi kepada terpidana atau keluarga terpidana," paparnya.

Karena itu dia berharap MA melakukan koreksi kembali terhadap keputusannya ituHal ini dkarenakan, lanjut Arbab, pengajuan PK oleh Kejaksaan Agung tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku"Saya kira saat ini MA harusnya punya kesempatan untuk mengoreksi kembali di bawah Harifin Tumpa," serunya.

Jika terpidana atau pihak keluarga terpidana kemudian mengajukan PK atas putusan MA ini, hal itu tidak melanggar ketentuan hukum, imbuhnya"PK yang dimaksud dilarang 2 kali itu terhadap terpidana yang sama yang diajukan, saya tidak melihat ada PK 2 kali dalam kasus Djoko Tjandra," tandasnya(fas/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPU Bidik Pungli di Lapas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler