Vonis Mati untuk 75 Demonstran Ikhwanul Muslimin

Senin, 30 Juli 2018 – 11:55 WIB
Terdakwa aksi demonstrasi 2013 mengikuti sidang pembacaan vonis di Pengadilan Kairo. Foto: AFP

jpnn.com, KAIRO - Pengadilan Kairo mengeluarkan vonis yang membuat masyarakat terhenyak. Sabtu (28/7) sebanyak 75 warga Mesir dijatuhi hukuman mati. Sebelumnya, mereka ditangkap karena melakukan aksi damai pada Agustus 2013. Protes dari berbagai lembaga HAM internasional pun mencuat lantaran putusan kontroversial tersebut.

Menurut lansiran Ahram Online, beberapa orang di antara 75 terdakwa tersebut merupakan tokoh senior Ikhwanul Muslimin, organisasi yang kini dilabeli teroris. Misalnya, Essam El Erian, Mohamed Beltagy, dan Wagdy Ghoneim. Mereka dinilai menjadi otak dalam aksi duduk bersama selama sebulan tersebut.

BACA JUGA: Pemimpin Sekte Maut Bertemu Ajal di Tiang Gantungan

Dalam putusan itu, 44 terdakwa menghadiri persidangan karena sudah ditangkap oleh aparat. Sedangkan 31 lainnya berstatus in absensia (tak hadir). Meski begitu, pengadilan tetap menjatuhkan hukuman tersebut dan segera meminta pendapat Mufti Besar Mesir Syauqi Ibrahim Abdul Karim ’Allam.

Mufti besar memang biasa dimintai untuk menilai kasus besar menurut hukum Islam di Mesir. Meski fatwa yang dikeluarkan tersebut tidak mengikat secara hukum, fatwa itu sering kali dituruti pengadilan. Misalnya, saat mufti besar menolak hukuman mati untuk Muhammad Badie pada 2014.

BACA JUGA: Mesir Tersingkir dari Piala Dunia 2018, Mimpi Salah Hancur

”Keputusan ini sangat tidak adil. Warga dijatuhi hukuman mati. Tapi, tidak satu pun aparat yang diproses secara hukum. Saya khawatir pertimbangan mufti besar hanya formalitas,” ungkap perwakilan Amnesty International, LSM HAM yang bermarkas di Inggris, kepada Aljazeera.

Analis politik Maged Mandour pun sepakat oleh prediksi tersebut. Menurut dia, kemungkinan perubahan keputusan itu sangat kecil. Sebab, tidak ada terdakwa dalam kasus tersebut yang mendapatkan proses hukum yang adil. ”Pengadilan ini jelas sangat kental dengan politik. Tuduhan yang dikeluarkan sangat menggelikan dan sulit dibuktikan,” ujarnya.

BACA JUGA: Ramos Dicap jadi Biang Kegagalan Mesir di Piala Dunia 2018

Di saat yang sama, pemerintah Mesir tetap pada pendirian bahwa tindakan aparat sudah benar. Mereka mengaku bahwa aparat sudah mempersilakan pendemo agar pulang dengan teratur. Namun, mereka mengklaim bahwa oknum dari Ikhwanul Muslimin mulai menyerang aparat.

Beberapa jam setelah putusan tersebut, Twitter pun mulai ramai dengan tagar #Leave,Sisi. Tagar itu menyinggung Presiden Abdel Fattah Al Sisi yang baru terpilih kembali Maret tahun ini agar turun dari jabatannya.

Selain merasa bahwa pemerintahan era mantan panglima mentara Mesir itu terlalu diktator, mereka memprotes kebijakan untuk menaikkan tarif bahan bakar sampai listrik.

Menurut lansiran Reuters, tagar tersebut nangkring di trending topic dengan 50 ribu cuitan. Bulan lalu, 300 ribu cuitan dengan tagar yang sama terkumpul selama beberapa hari di Twitter.

Sisi mengaku kecewa karena mendapat protes online tersebut. ”Saya sedang mencoba untuk mengeluarkan kita dari situasi ini. Tapi, kalian malah membuat tagar Leave,Sisi. Bayangkan perasaan saya,” jelasnya saat momen pembukaan Konferensi Pemuda Mesir. (bil/c10/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Piala Dunia 2018: Cinta Segitiga, 2 Bintang Mesir Musuhan


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler