jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus, menyatakan bahwa pandemi Covid-19 di Indonesia masih membahayakan dan patut segera diambil langkah-langkah efektif serta sistematis.
Hal itu dia sampaikan merujuk pada jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 terus meningkat pasca pemberlakuan ‘new normal’ di beberapa daerah di Indonesia.
BACA JUGA: Jenazah COVID-19 Diangkut pakai Taksi Malam Hari, Heboh
Hingga Selasa (7/7) pagi, tercatat sudah 64.958 jiwa positif terinfeksi Covid-19.
Menurut Deddy, peningkatan jumlah orang yang terinfeksi bahkan terjadi di daerah-daerah yang sebelumnya sudah bersatatus ‘hijau’ dan merambah daerah pedalaman.
BACA JUGA: Kabar Gembira dari Jakarta, yang Sembuh dari COVID-19 Lumayan Banyak
Dengan demikian proyeksi Gugus Tugas bahwa puncak pandemi akan berakhir pada akhir Juni 2020 meleset.
“Pemerintah harus segera mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memutus tren peningkatan pasien terinfeksi Covid-19 ini,” kata Deddy, melalui pernyataan tertulis, Selasa (7/7).
BACA JUGA: Ini Imbauan Kapolda soal Maraknya Pengambilan Paksa Jenazah COVID-19
Ada beberapa saran yang disampaikan politikus PDI Perjuangan itu untuk pemerintah.
Pertama, pemerintah harus segera mengumpulkan seluruh Kepala Daerah dan Gugus Tugas Covid-19 Daerah untuk menyusun strategi bersama yang harus dilaksanakan secara ketat.
“Daerah-daerah itu harus dibagi atas kelompok-kelompok sesuai tantangan atau status masing-masing daerah, melakukan sinergi, dan kolaborasi,” ujarnya.
Kedua, lanjut Deddy, mengukur kapasitas penanggulangan, hambatan dan kebutuhan dalam upaya bersama melawan pandemi.
“Sebab selama ini terkesan masing-masing daerah berjalan sendiri-sendiri dan bahkan banyak kasus konflik atau perbedaan secara horizontal maupun vertikal,” ungkap legislator dari dapil Kalimantan Utara tersebut.
Ketiga, Deddy menyarankan pemerintah merumuskan target yang lebih konkret dan terukur berdasarkan kerangka kerja dan kerangka waktu yang jelas. Keempat, memastikan sosialisasi dan penegakan standar kesehatan baku diimplementasikan secara massif, terukur, dan efektif.
“Lalu saran kelima, rumuskan terobosan regulasi dan hukum untuk memastikan penanganan di bidang kesehatan dan sosial berjalan secara baik, dalam arti tepat waktu, dan tetap sasaran,” ujar Deddy.
Lebih jauh dia menyampaikan, penyebaran virus umumnya terjadi saat masyarakat tidak disiplin dengan protokol kesehatan di tempat-tempat interaksi seperti pasar, tempat ibadah, fasilitas transportasi, pesta/hajatan, dan gedung-gedung pelayanan publik/perkantoran.
Deddy menilai, masih ada saja masyarakat yang menganggap Covid-19 tidak ada dan protokol kesehatan itu seolah-olah beban. Menurutnya hal itu terjadi karena disinformasi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, khususnya yang menyebar melalui media sosial.
“Karena itu tidak heran semakin banyak orang yang tidak peduli dan lalai, bahkan di banyak tempat mulai terjadi tindakan ekstrem seperti merampas jenazah pasien Covid-19,” ungkapnya.
Menurut Deddy, pemerintah juga dapat mengembangkan strategi pendekatan berbasis komunitas, untuk meningkatkan dan menjaga partisipasi masyarakat dalam menangani pandemi Covid-19.
Caranya dengan menjadikan RT/RW serta desa/kelurahan sebagai basis utama pemutusan penyebaran infeksi virus Corona.
Pengurus lingkungan juga memungkinkan diberikan kewenangan berdasarkan konsensus bersama untuk melakukan penegakan standar kesehatan di lapangan.
Dengan demikian aparatur pemerintah bisa berkonsentrasi mencegah penyebaran Covid-19 di wilayah-wilayah interaksi publik di luar pemukiman.
“Bentuklah kelompok-kelompok di setiap lingkungan untuk mengawasi dan menegakkan standar kesehatan. Bekali mereka dengan masker untuk diberikan kepada warga yang tidak mampu,” kata Deddy.
“Melawan pandemi ini harus bersama-sama, tidak mungkin hanya berharap kepada pemerintah,” ungkap Deddy menambahkan.
Deddy mengatakan bahwa pemerintah bisa menugaskan BUMN yang bergerak di bidang IT dan komunikasi untuk mengembangkan sistem dan aplikasi yang bisa memantau pergerakan para penderita Covid secara ‘real time’ di semua daerah.
“Sebenarnya itu pekerjaan mudah, tinggal memasukkan nomor HP para penderita dan OTG ke dalam sistem berbasis GPS untuk memantau aktivitas dan pergerakan mereka. Saya khawatir jika kita tidak melakukan langkah-langkah yang drastis, sistematis, dan konsisten, maka pandemi ini menjadi lebih sulit diatasi, biayanya lebih besar, korbannya semakin banyak dan akhirnya krisis akan berubah menjadi bencana multi-dimensi,” tutupnya. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil