Wacana Kembali ke UU Pemilu Lama Mulai Digulirkan

Kamis, 16 Februari 2012 – 06:16 WIB

JAKARTA - Masih alotnya pembahasan RUU pemilu, khususnya di pasal-pasal krusial, membuat partai-partai kecil di parlemen bermanuver. Mereka menggulirkan ide untuk kembali ke pemilu lama.

Ketua DPP Partai Hanura Akbar Faizal menyatakan, kembali pada UU 10/2008 pada Pemilu 2014 sangat patut dipertimbangkan. Hal itu menyangkut pembahasan pasal-pasal krusial yang terancam deadlock. "Salah satu solusi adalah menggunakan UU lama dengan beberapa pembenahan pada Pemilu 2014," ujar Akbar Faizal di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/2).

Menurut dia, ke depan harus mulai dipikirkan agar UU Pemilu adalah yang tidak mudah berubah. "Sebuah UU yang bisa menjawab persoalan kepemiluan di Indonesia. Kembali ke UU lama bisa menjadi jalan untuk mengarah ke sana," imbuh anggota komisi II tersebut.

Hingga saat ini, setidaknya ada empat poin krusial yang menjadi perbedaan tajam antarpartai. Yaitu, besaran parliamentary threshold (PT), jumlah dapil, sistem pemilu, dan alokasi kursi per dapil. Dalam UU lama, besaran PT adalah 2,5 persen, sedangkan sistem pemilu yakni proporsional terbuka (suara terbanyak).

Senada dengan Hanura, Sekjen DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani juga melihat bahwa pembahasan RUU pemilu tak akan selesai tepat waktu. Yaitu, pada Maret 2012. Partai politik di parlemen tetap berusaha mempertahankan kepentingan masing-masing.

"Kalau mentok, ada baiknya dipikirkan untuk kembali dan menggunakan UU lama. Sebab, jika tidak, tahap pemilu lainnya di depan bisa ikut berantakan," kata Muzani.

Terkait dengan kemungkinan voting sebagai jalan keluar, wakil ketua Fraksi Gerindra di DPR itu menyatakan belum pernah ada sejarah penetapan sebuah UU melalui voting. "Apalagi, sampai ngotot-ngototan, saya kita tidak pantas," tandasnya.

Dia mengakui, UU Pemilu yang dipakai pada Pemilu 2009 masih memiliki sejumlah kekurangan. Namun, itu masih bisa diperbaiki tanpa harus menyentuh empat poin krusial. "Kami sarankan balik saja gunakan UU lama. Sebab, jangan sampai tahap pemilu itu terganggu karena berkaitan erat dengan kualitas pemilu," tambahnya.

Sekretaris Fraksi PPP Muhammad Arwani Thomafi mengakui, UU 10/2008 bisa digunakan sebagai dasar pelaksanaan Pemilu 2014. Hal itu jika pembahasan di DPR tidak selesai.

Namun, tambah dia, baik DPR dan pemerintah setidaknya hingga saat ini terus bekerja keras untuk menyelesaikan pembahasan RUU pemilu yang lebih komprehensif. "Tapi, jika tetap buntu, tentu dibawa ke paripurna lebih dulu. Di situ akan diputus bagaimana mekanismenya," ujarnya.

Mekanisme voting terhadap sejumlah pasal deadlock, menurut dia, tetap terbuka. "Tapi, kalau tidak, ya ada kemungkinan hal itu (kembali ke UU lama, Red) terjadi," imbuh ketua DPP PPP tersebut.

Anggota Komisi II DPR Nurul Arifin menyatakan, wacana untuk kembali ke UU Pemilu lama merupakan hak setiap fraksi. Namun, saat ini panja revisi UU Pemilu juga belum memperdebatkan substansi krusial terkait threshold, sistem pemilu, kursi dan daerah pemilihan. "Golkar masih konsisten (terkait PT 5 persen, Red)," ujar Nurul.

Apalagi, masih ada upaya di internal koalisi untuk membahas rumusan krusial di revisi UU Pemilu. Internal setgab (sekretariat gabungan koalisi), misalnya, sudah sepakat untuk membahas isu-isu krusial revisi UU Pemilu antarketua umum. "Mungkin mulai minggu depan dibahas," tandasnya. (dyn/bay/c2)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Politisi PKS Tak Mau Satu Komisi dengan Angie


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler