Wacana Pilkada Tidak Langsung Kembali Mencuat

Jumat, 06 April 2018 – 23:25 WIB
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo saat menerima Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di ruang kerja Pimpinan DPR RI, Jakarta, Jumat (6/4). Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Evaluasi terhadap sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung oleh rakyat dan revisi UU Pilkada kembali mencuat.

Wacana ini menjadi pembahasan dalam pertemuan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dengan Ketua DPR Bambang Soesatyo, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Utut Adianto, di Kompleks Parlemen pada Jumat (6/4).

BACA JUGA: Bamsoet Desak KPU Sisir Pemilih Ganda di DPS Pilkada 2018

Menurut Tjahjo, mereka berdiskusi masalah implikasi pilkada serentak berbiaya tinggi, dan ujungnya banyak calon yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Di sisi lain, pilkada serentak tahun 2019 juga sudah selesai masa transisinya tahun depan.

BACA JUGA: Bamsoet Cetuskan Ide Bentuk Pansus Facebook

"Tadi Pak Ketua menawarkan bagaimana kita revisi ulang UU Pilkada dan nanti akan dibicarakan setelah Pak Ketua bertemu dengan Bapak Presiden, akan bertemu dengan KPU, Bawaslu dan semua pihak yang ada," ungkap Tjahjo saat konferensi pers usai pertemuan.

Sementara itu Ketua DPR Bambang Soesatyo menyebutkan, setelah dilakukan evalusasi memang banyak masalah yang dihadapi dalam sistem pilkada langsung.

BACA JUGA: Polemik Terawan, IDI Harus Bicara dengan TNI AD

Bahkan sudah banyak apsirasi masyarakat agar sistem pemilihan langsung dilihat kembali asas manfaatnya.

"Salah satu tokoh Pak Mahfud MD menyampaikan bahwa ada baiknya pilkada langsung itu dievalusi. Kemudian juga Pak Kapolri sampaikan hal yang sama," ujar ketua dewan yang beken disapa dengan panggilan Bamsoet.

Karena itu semua kekuatan politik yang ada akan diminta melihat dan mempelajari kembali. Bila pilkada langsung menberikan manfaat banyak kepada masyarakat akan diteruskan, tapi kalau sebaliknya mungkin dievaluasi lagi.

Apalagi pihaknya tidak ingin anak bangsa terpecah dan terkotak-kotak setiap pelaksanaan pilkada.

Belum lagi korupsi semakin banyak karena berbiaya tinggi. Bahkan ada yang sekadar untuk mendapatkan tiket pencalonan saja harus mengeluarkan biaya luar biasa.

Belum untuk kampanye, biaya saksi, dan dana penyelenggaraan hampir Rp 18 triliun. "Kalau itu digunakan untuk biaya pembangunan mungkin lebih bermanfaat untuk masyarakat. Tapi itu semuanya berpulang kepada seluruh stakeholder bangsa ini. Mana pilihan yang kita pilih, kita sudah menjalani pilkada serentak beberapa kali dan besok adalah yang terakir untuk periode ini, nanti kita evaluasi," jelas politikus Golkar itu.

Saat ditanya apakah evaluasi pilkada langsung dengan mengembalikannya ke DPRD, Bamsoet mengatakan bahwa DPR sebelumnya pernah menyetujui mekanisme tersebut. Namun pemerintah saat itu menganulirnya melalui Perppu.

"Nah, kita sudah melewati beberapa kali pilkda nanti kita evaluasi apakah lebih banyak manfaatnya atau lebih banyak sebaliknya kepada masyarakat. Kami akan mendengar seluruh masukan dari masyarakat dan apa hasilnya itu yang akan kita ambil," jawabnya diplomatis.

Saat diminta penegasan lagi bahwa pilkada yang sekarang dengan sistem langsung, setelah dievaluasi bisa dikembalikan melalui DPRD? Bamsoet malah bertanya balik dan meminta wacana ini tidak dibenturkan dengan hak politik rakyat.

"Pilkada tetap seperti ini? Ini saya balik pertanyaannya. Hak politik masyarakat jangan digugat, tetap. Inikan mekanismenya saja," pungkas mantan ketua Komisi III DPR ini. (fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bamsoet Meminta Anak Muda Zaman Now Tidak Alergi Politik


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler