jpnn.com, JAKARTA - Dosen Sosiologi Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arief Sudjito menilai, wacana yang mendorong Ketua Umum DPP Golkar Setya Novanto sebagai calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo pada pilpres 2019, terkesan hanya untuk membaca peta politik.
"Saya kira ini hanya sekadar melempar bola. Karena memang (pelaksanaan pilpres,red) masih jauh," ujar Arie pada JPNN, Sabtu (27/5).
BACA JUGA: Penantang Terberat Jokowi di Pilpres 2019 Masih Prabowo, tapi...
Selain pilpres masih lama, track record Golkar beberapa tahun belakangan kata Arie, juga menunjukkan partai tersebut tidak solid dalam mendukung pasangan calon presiden.
Karena itu, usulan agar Setnov jadi cawapres pendamping Jokowi kemungkinan belum merupakan keputusan yang bulat dari seluruh internal Golkar.
BACA JUGA: Pengamat Politik: Golkar tak Percaya Diri
"Sebagian orang Golkar saya kira juga pasti tahu, Setnov dilempar ke pasar belum tentu publik langsung menerima," ucap Arie.
Menurut Arie, nama Setnov belakangan ini dikait-kaitkan dengan berbagai kasus. Mulai dari dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP), maupun kasus 'papa minta saham'.
BACA JUGA: Inilah Kriteria Cawapres yang Pantas Mendampingi Jokowi versi CSIS
"Jadi ini hanya manuver jangka pendek, enggak serius. Belum bisa diukur sebagai keseriusan," pungkas Arie.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Percayalah, gak Mungkin Jokowi Memilih Setnov Jadi Cawapres
Redaktur & Reporter : Ken Girsang