Wacana Tunda Pemilu Datang dari Elite, Wajar Presiden Ingatkan Para Menteri

Kamis, 07 April 2022 – 22:11 WIB
Ilustrasi - Presiden Joko Widodo. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, YOGYAKARTA - Pengamat komunikasi politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad menyebut wacana penundaan Pemilu 2024 sebelumnya datang dari para elite politik.

Karena itu, reaksi Presiden Joko Widodo dinilai sangat tepat melarang para menterinya berbicara soal penundaan pemilu.

BACA JUGA: Luhut Harus Dicopot Jika Masih Bahas Tunda Pemilu, Berani?

"Saya kira larangan itu tepat karena wacana itu kalau dirunut sebenarnya datang dari elite juga," ujar Nyarwi di Kampus UGM, Yogyakarta, Kamis (7/4).

Para elite yang dimaksud yakni menteri atau sejumlah petinggi partai politik.

BACA JUGA: PKS Minta Jokowi Beri Sanksi Kepada Menteri jika Ngotot Tunda Pemilu

Nyarwi menilai diskursus soal perpanjangan masa jabatan presiden atau presiden tiga periode sudah tidak tepat lagi.

Dia bahkan menganggap wacana tersebut mengarah pada situasi kontraproduktif.

BACA JUGA: Gerindra Menyusul PDIP, Wacana Tunda Pemilu Kandas?

Karena itu, diperlukan penghentian polemik yang kurang menyentuh pada pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat saat ini.

Dia menegaskan, rakyat saat ini sedang dihadapkan dengan kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng, serta kebutuhan-kebutuhan pokok lain.

Nyarwi mengakui, diskursus soal penundaan pemilu sebenarnya wajar dalam sebuah negara demokrasi, tetapi ada persoalan-persoalan publik lain yang lebih penting dan memerlukan penyelesaian.

"Ada yang jauh lebih penting menyangkut kehidupan publik yang harus segera ditangani."

"Bukan soal presiden tiga periode, tetapi bagaimana mengantisipasi soal minyak goreng atau kenaikan tarif tol, BBM, dan lain-lain," ucap Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) itu.

Nyarwi meyakini berbagai pernyataan Presiden Jokowi soal ketaatannya pada konstitusi di berbagai kesempatan sebagai pernyataan yang dibangun dengan kesadaran penuh sebagai seorang presiden dan publik figur.

Sebab, inkonsistensi akan menjadi risiko yang mahal bagi seorang politikus apalagi sekelas presiden.

Dia meyakini di fase-fase terakhir kepemimpinan sebagai presiden, Jokowi tidak akan mengambil risiko dengan merusak reputasi yang sudah banyak dikerjakan.

"Tentu presiden tetap komitmen terhadap demokrasi yang sudah berjalan sebagaimana yang diamanatkan konstitusi."

"Taat terhadap fondasi-fondasi kehidupan bertata negara yang tertuang dalam konstitusi kita," pungkas Nyarwi.(Antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler