jpnn.com, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan jamu yang mengandung zat Fenilbutazon di sebuah pabrik obat tradisional ilegal di Banyuwangi, Jawa Timur.
Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan bahwa jamu itu terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.
BACA JUGA: BPOM dan Polri Tindak Pabrik Jamu Ilegal di Banyuwangi, Sita Barang Bukti Senilai Rp 1,4 Miliar
Fenilbutazon adalah sebuah Bahan Kimia Obat (BKO) yang termasuk dalam golongan Anti-Inflamasi Non-Steroid (AINS) dengan indikasi penggunaan untuk mengatasi nyeri dan peradangan pada rematik, penyakit asam urat (gout), dan radang sendi (osteoartritis).
“Kami melakukan pendalaman terhadap laporan tersebut. Pada Kamis (9/3), BPOM telah melakukan operasi penindakan terhadap sebuah pabrik jamu ilegal yang beralamat di Dusun Krajan, RT. 003/RW. 004, Kelurahan/Desa Sumbersewu, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur,” kata Penny dalam keterangannya di Jakarta, Senin (13/3).
BACA JUGA: Komisi IX DPR Minta BPOM Datangi Keluarga Korban Gagal Ginjal Akut Anak
Lebih lanjut, BPOM menyatakan telah dua gudang yang menyimpan produk ilegal berupa jamu Tawon Klenceng yang mengandung Fenilbutazon.
"Jika bahan kimia obat tersebut dimasukkan ke dalam produk tanpa ditujukan untuk indikasi yang jelas dan dosis sesuai dengan aturan yang berlaku, maka dapat berisiko menimbulkan efek samping, seperti mual, muntah, ruam kulit, serta retensi cairan dan edema seperti pendarahan lambung, nyeri lambung hingga gagal ginjal," katanya.
BACA JUGA: BPOM Beri Izin Edar Antibodi Monoklonal Buatan Indonesia
Selain itu, di pabrik, kegiatan produksi obat tradisional ilegal tersebut sama sekali tidak tidak menerapkan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), terutama dari aspek higiene sanitasi.
Penny melanjutkan jamu Tawon Klanceng Pegal Linu Husada, dengan nomor izin edar TR 143676881 produksi CV Putri Husada itu telah dibatalkan izin edarnya, sesuai dengan Keputusan Pembatalan Persetujuan Pendaftaran Nomor HK.04.1.41.06.15.2848 tanggal 9 Juni 2015. Produk itu juga telah dilarang beredar dan masuk dalam daftar Public Warning Nomor IN.05.03.1.43.11.15.5284 tanggal 30 November 2015.
Alhasil BPOM menyita barang bukti sebanyak 1.261 dus (16.120) botol Tawon Klanceng senilai Rp564,2 juta, produk Raja Sirandi Cap akar daun sebanyak 274 dus (4.488 botol) senilai Rp157,08 juta, dan produk Akar Daun sebanyak 3.904 botol senilai Rp136,6 juta.
Ditemukan pula seperangkat mesin dan peralatan produksi dengan nilai sekitar Rp 400 juta serta tungku produksi senilai Rp 150 juta.
Total nilai temuan di lokasi tersebut mencapai Rp 1.407.920.000 dan diketahui telah didistribusikan ke sejumlah wilayah di Indonesia seperti Sumatera Utara, Riau, Lampung, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
“Semua barang bukti telah disita dan saat ini BPOM masih melakukan pemeriksaan terhadap sembilan orang saksi, dan kami juga meminta keterangan ahli untuk selanjutnya akan dilakukan gelar perkara bersama Bareskrim Polri guna menetapkan tersangka,” katanya.
Pemilik barang bukti yang diduga berinisial SJO sebelumnya pernah ditindak oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM sekitar bulan Juli tahun 2021 lalu. Berdasarkan investigasi terhadap sarana produksi obat tradisional ilegal tersebut, ia diduga telah melakukan sejumlah tindak pidana.
"Masyarakat agar lebih waspada dan menjadi konsumen cerdas dengan tidak mengonsumsi obat tradisional ilegal atau mengandung BKO serta selalu membeli dan memperoleh obat melalui sarana resmi di apotek, toko obat berizin, puskesmas, dan rumah sakit," tegas Penny.(antara/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul