jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah Papua Nugini dikabarkan kesulitan menjual mobil mewah Maserati yang sempat dibeli saat mereka menjadi tuan rumah konferensi APEC pada 2018.
Padahal, pemerintah setempat memberikan diskon atau potongan harga cukup besar bagi masyarakat yang ingin membeli Maserati Quattroportes.
BACA JUGA: Maserati MC20 Didaulat Sebagai Mobil Berdesain Terbaik
Dikutip dari Carscoops, Selasa (5/10), sebanyak 40 unit sedan mewah asal Italia itu diimpor untuk mengangkut pejabat yang menghadiri acara tersebut.
Setiap mobil dilaporkan dibanderol dengan harga lebih dari USD 142 ribu atau setara Rp 2 miliar.
BACA JUGA: Maserati Grecale Segera Dirilis, Pesaing Potensial X3 dan Macan
Keputusan membeli sedan asal Italia itu sebagai armada para pejabat menuai pertanyaan. Sebab, Papua Nugini merupakan salah satu negara yang masuk kategori miskin.
BBC melaporkan Papua Nugini merupakan salah satu negara termiskin di APEC.
BACA JUGA: Bamsoet Dukung Maserati Club Indonesia Berikan Bantuan Hukum Gratis
Berdasarkan data yang dirilis PBB, tercatat 40 persen penduduk Papua Nugini memiliki pendapatan kurang dari USD 1 atau setara Rp 14.000 per hari.
Namun yang membuat pembelian tersebut jadi kontroversi bukan sekadar harganya yang tinggi. Sebab, Maserati sebenarnya tidak menjual mobil itu secara resmi di negara tersebut.
Pemerintah Papua Nugini membeli puluhan mobil itu dari dealer yang ada di Sri Lanka. Mereka menerbangkan menggunakan jet dimensi besar untuk membawa mobil itu.
Selain 40 Maserati, ada tiga Bentley Flying Spurs juga turut diterbangkan.
"Jika kami memiliki pandangan ke depan, Maserati tidak akan dibeli sejak awal," kata Menteri Keuangan Papua Nugini John Pundari.
Dia menambahkan pemerintah membuat keselahan yang mengerikan, yaitu tidak memiliki dealer Maserati di Papua Nugini.
Sebelumnya pada 2015, BMW mensponsori lebih dari 200 kendaraan untuk KTT yang diadakan di Filipina, setelah itu mobil dijual ke publik.
Namun tanpa dealer Maserati di Papua Nugini, tidak ada kemungkinan pengaturan sponsor serupa.
Para menteri saat itu meyebutkan bahwa mobil-mobil yang digunakan itu bisa terjual seperti kacang goreng. Namun, nyatanya setelah tiga tahun hanya dua unit yang terjual. (ddy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Dedi Sofian