JAKARTA--Wakil Gubernur Sumatera Barat Muslim Kasim, Bupati Tanah Datar Shadiq Pasadigoe, Bupati Kabupaten Solok Syamsu Rahim, dan Bupati Kabupaten Pesisir Selatan Nasrul Abit, menggugat Undang Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD ke Mahkamah Konstitusi.
Para penggugat menilai ketentuan yang menyebut bakal calon anggota legistlatif harus mengundurkan diri dari jabatan atau kepegawaiannya dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali, sangat diskriminatif. Karena hal yang sama tidak berlaku jika seorang anggota dewan mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
"Letak diskrimatifnya karena UU tersebut hanya berlaku untuk Kepala Daerah, Pegawai Negeri Sipil, TNI dan Polri. Namun ketentuan dalam UU tersebut tidak berlaku untuk anggota DPR, DPD dan DPRD," ujar Wakil Gubernur Sumbar, Muslim Kasim, di Gedung MK, Jakarta, Rabu (27/2).
Ia menyadari, lahirnya pasal yang melarang tersebut kemungkinan dilandasi kekhawatiran penyalahgunaan wewenang seperti mobilisasi PNS maupun masyarakat pada saat Pemilu digelar. "Tapi kan sudah ada yang mengawasi seperti masyarakat, DPR sendiri, tapi kalau begini diskriminatif jadinya," tutupnya.
Hal yang sama juga dikemukakan Kuasa Hukum para pemohon, Khairul Fahmi. Ia merasa heran mengapa kepala daerah harus mengundurkan diri saat mencalonkan, sementara jika anggota DPR yang ingin mengajukan diri menjadi kepala daerah, tidak harus mundur.
"Menurut kami, kekhawatiran penyalahgunaan birokrasi terhadap calon legislatif yang masih menjabat di pemerintahan, itu merupakan alasan yang tidak dapat dibenarkan. Pasalnya bagi kami, mekanisme sendiri yang mengatur itu semua, misalnya dalam proses pemilu ada bawaslu dan peraturan yang terkait," ujarnya. Sidang kali ini dipimpin langsung Ketua MK, Mahfud MD. Sidang selanjutnya akan kembali digelar, Senin (4/3) mendatang.(gir/jpnn)
Para penggugat menilai ketentuan yang menyebut bakal calon anggota legistlatif harus mengundurkan diri dari jabatan atau kepegawaiannya dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali, sangat diskriminatif. Karena hal yang sama tidak berlaku jika seorang anggota dewan mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
"Letak diskrimatifnya karena UU tersebut hanya berlaku untuk Kepala Daerah, Pegawai Negeri Sipil, TNI dan Polri. Namun ketentuan dalam UU tersebut tidak berlaku untuk anggota DPR, DPD dan DPRD," ujar Wakil Gubernur Sumbar, Muslim Kasim, di Gedung MK, Jakarta, Rabu (27/2).
Ia menyadari, lahirnya pasal yang melarang tersebut kemungkinan dilandasi kekhawatiran penyalahgunaan wewenang seperti mobilisasi PNS maupun masyarakat pada saat Pemilu digelar. "Tapi kan sudah ada yang mengawasi seperti masyarakat, DPR sendiri, tapi kalau begini diskriminatif jadinya," tutupnya.
Hal yang sama juga dikemukakan Kuasa Hukum para pemohon, Khairul Fahmi. Ia merasa heran mengapa kepala daerah harus mengundurkan diri saat mencalonkan, sementara jika anggota DPR yang ingin mengajukan diri menjadi kepala daerah, tidak harus mundur.
"Menurut kami, kekhawatiran penyalahgunaan birokrasi terhadap calon legislatif yang masih menjabat di pemerintahan, itu merupakan alasan yang tidak dapat dibenarkan. Pasalnya bagi kami, mekanisme sendiri yang mengatur itu semua, misalnya dalam proses pemilu ada bawaslu dan peraturan yang terkait," ujarnya. Sidang kali ini dipimpin langsung Ketua MK, Mahfud MD. Sidang selanjutnya akan kembali digelar, Senin (4/3) mendatang.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Timwas Century akan Sambangi Anas
Redaktur : Tim Redaksi