Wajar Hamdan Ogah Dites Wawancara

Jumat, 26 Desember 2014 – 18:59 WIB
Hamdan Zoelva. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Langkah Panitia Seleksi Calon Hakim Konstitusi mencoret Ketua MK Hamdan Zoelva, dinilai sangat tidak tepat. Pasalnya, pencoretan hanya karena Hamdan menolak mengikuti proses yang ditetapkan pansel untuk tes wawancara.

"Pencoretan nama Hamdan patut kita sesalkan. Aturan main tahapan seleksi yang dibuat Presiden c.q Pansel, saya kira tidak tepat," ujar Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, Jumat (26/12).

BACA JUGA: Panglima TNI Sudah Tahu Ditantang ISIS

Menurut Said, pada prinsipnya benar setiap kandidat harus diperlakukan secara sama dalam proses pengujian calon Hakim Konstitusi. Tapi dalam pelaksanaan, pansel juga perlu memerhatikan hal-hal yang bersifat khusus dan wajar untuk dijadikan dasar pengecualian, sepanjang didasari alasan logis yang bisa diterima publik dan tidak mengurangi makna dari prinsip persamaan.

"Bagaimanapun Hamdan masih menjabat Hakim Konstitusi yang ikut memutus begitu banyak perkara konstitusi. Beliau juga saat ini pimpinan kekuasaan yudikatif. Maka sudah sepantasnya diperlakukan sebagai orang yang dianggap memenuhi syarat," katanya, Jumat (26/12).

BACA JUGA: Ancaman Video ISIS Bukti Terkonsolidasinya Gerakan Radikal

Said menilai, andaikata Hamdan memang tidak memenuhi syarat dan kualifikasi, logikanya tidak mungkin bisa bertahan dalam posisi sekarang. Di sinilah letak kekhususan dan kewajaran bagi Hamdan.

Sehingga sangat wajar tidak perlu lagi mengikuti seluruh rangkaian tahapan terutama tes wawancara.

BACA JUGA: JK: 10 Tahun Saya Menahan Air Mata Untuk Aceh

"Masa seorang Ketua MK yang menjadi simbol dari salah satu cabang kekuasaan negara masih harus mengikuti tes wawancara oleh para anggota pansel yang penguasaan ilmu konstitusinya belum tentu melampaui calon yang diuji," katanya.

Dalam hal ini, Said melihat pansel sama sekali tidak memertimbangkan kehormatan dan kewibawaan Hamdan sebagai Hakim Konstitusi sekaligus Ketua MK yang sedang menjabat.

Menurutnya, Presiden lewat pansel memang telah mendapatkan kewenangan dari Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK. Bahwa diberi kewenangan untuk mengatur tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan Hakim Konstitusi.

Namun aturan main yang dibuat oleh pansel semestinya tidak menegasikan hal-hal khusus dan wajar.  Lagipula mekanisme rekrutmen dan seleksi anggota lembaga Yudikatif seperti Hakim Konstitusi tidak bisa disamakan dengan mekanisme rekrutmen dan seleksi pengisian lembaga legislatif seperti anggota DPR, DPD, dan DPRD, termasuk pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden di lembaga eksekutif.

Alasannya, untuk anggota DPR, DPD, DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden, sekalipun masih sedang menjabat, untuk dapat dipilih kembali dalam posisinya memang harus mengikuti seluruh rangkaian seleksi ulang melalui Pemilu. Sebab mereka adalah pejabat publik yang dipilih melalui mekanisme pemilihan atau elected.

Sedangkan Hakim Konstitusi, dipilih melalui mekanisme penunjukan atau appointee dari tiga lembaga, yaitu dari Mahkamah Agung, DPR, dan Presiden.

"Jadi karena pemilihan Hakim Konstitusi dilakukan melalui mekanisme penunjukan, seleksi ulang terhadap calon yang masih menjabat sebagai Hakim MK menurut saya bisa saja dibedakan dengan calon yang lain. Itu semua bergantung kepada kehendak dari lembaga yang berwenang menunjuk," katanya.

Said menilai,  andaipun Hamdan memang harus dicoret, maka lebih tepat jika dicoret di ujung proses seleksi oleh Presiden, setelah Pansel menyetorkan nama.

"Jadi pencoretan oleh Presiden itu bukan didasari karena alasan Hamdan menolak mengikuti proses seleksi, tapi bisa saja karena Jokowi menilai prestasi atau kinerja Hamdan selama ini kurang baik," ujarnya.

Said menyatakan  mengapresiasi sikap Hamdan yang tidak mengejar jabatan dengan menolak mengikuti proses seleksi. Karena hal itu dikhawatirkan akan dapat merendahkan kewibawaan dan kehormatan dirinya sebagai Hakim Konstitusi, sekaligus Ketua MK.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 2015, Pemerintah Disibukkan Politik Adu Domba Orang Dekat Jokowi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler