Sekdes Parungpanjang, Dedi Junaedi mengatakan, kawasan perumnas II dan III merupakan yang paling rendah pencapaian realisasi PBB. “Pemilik rumah dan lahan di Perumnas sulit ditagih, mereka kebanyakan berdomisili di Jakarta, sehingga sering tak ada di tempat saat petugas datang,” keluhnya kepada Radar Bogor (Grup JPNN), Minggu (4/11).
Menurut dia, perumahan banyak kosong karena pemiliknya memilih tinggal di daerah lain yang aksesnya lebih mudah ditempuh dengan tempat mereka bekerja. Sebagian rumah, kata dia, ada yang dikontrakan namun tak sedikit dihuni warga pendatang yang tak jelas asal-usulnya. “Mereka hanya berinvestasi untuk dijual kembali kalau harganya naik, atau alasan lain,” katanya.
Bagi para penunggak pajak, sambung dia, seharusnya dikenakan sanksi tegas sesuai UU Nomor 9 tahun 2000 tentang penagihan secara paksa bagi para penunggak. Namun aplikasi di lapangan, hal tersebut sulit dilakukan. “Kalau wajib pajak selama lima tahun berturut-turut tak membayar kewajiban, haknya bisa dicabut,” tegasnya.
Kendati demikian, ia optimis, rumah kosong di Perumnas akan diisi pemiliknya. Hal tersebut, dikarenakan sudah beroperasinya jalur ganda, serta masuknya KRL hingga Parungpanjang.
Bahkan, wacananya KRL akan beroperasi hingga malam hari sehingga semakin strategis bagi warga yang kebanyakan beraktivitas di Jakarta dari pagi hingga malam hari. “Selama ini, mereka yang pulang malam hari sering tak kebagian kereta,” tandasnya. (ful)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Belanja Pegawai Kuras APBD
Redaktur : Tim Redaksi