jpnn.com, JAKARTA - Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono memberikan klarifikasi atas pernyataannya yang ditafsirkan akan menggandeng jeger atau preman pasar di dalam menegakkan protokol kesehatan Covid-19.
“Bukan preman yang kami rekrut, tetapi pemimpin informal yang ada di sana. Mereka juga tidak menegakkan perda (peraturan daerah),” kata Eddy saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, Senin (14/9).
BACA JUGA: Wakapolri Mau Rekrut Preman untuk Awasi Protokol Kesehatan, Didik Demokrat Langsung Bereaksi
Wakil ketua pelaksana II Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional itu menjelaskan dalam meningkatkan peran masyarakat, Polri menerapkan konsep community policing.
Sebab, kata dia, jumlah personel Polri terbatas sehingga dalam memelihara kamtibmas harus didukung seluruh komponen masyarakat. Selain itu, Polri juga bersinergi dengan kementerian/lembaga terkait, termasuk TNI.
BACA JUGA: Tetangga Ungkap Keseharian Pelaku Penusukan Syekh Ali Jaber, Ternyata
Ia menjelaskan dalam konsep communitiy policing ini ada dua komponen yang penting yakni kemitraan dan problem solving.
“Ada masalah kemudian kami menyelesaikan masalah itu, dan (Polri) tidak sendirian dalam menyelesaikan permasalahan ini,” jelasnya.
BACA JUGA: Ribut-ribut Wacana Sertifikasi Ulama, Apa Kata Jusuf Kalla?
Gatot menjelaskan dalam penegakan disiplin protokol kesehatan Covid-19 ada dua hal yang dilakukan. Pertama, menggelar Operasi Yustisi.
Namun, dalam operasi penegakan perda maupun peraturan kepala daerah, ini yang dikedepankan adalah Sat Pol PP. Sementara, Polri, TNI, dan unsur terkait membantu dan mendampingi.
“Kami melaksanakan secara stationer dan mobile, nanti yang menegakkan sanksinya adalah Sat Pol PP. Bahkan, perda-perda yang sudah ada itu turun bersama-sama dengan pengadilan,” kata Gatot.
Jebolan Akademi Kepolisian (Akpol) 1988 ini menambahkan yang kedua adalah membangun kesadaran kolektif yang berbasis komunitas.
Mantan Dirreskrimum Polda Metro Jaya ini mengatakan bahwa kemarin mungkin tidak semua statemennya dimasukkan ke dalam pemberitaan.
“Kemarin, mungkin tidak semuanya dimasukkan. Komunitas itu apa saja? Ada komunitas perkantoran, ada komunitas pasar, ada komunitas hobi, ada komunitas ojek, ada komunitas motor besar yang semuanya ini mempunyai pimpinan informal,” jelasnya.
Ia mencontohkan kalau perkantoran besar maupun mal itu ada owner-nya, tenant, serta bagian keamanannya.
Dengan demikian, Polri, TNI, Sat Pol PP, akan mudah berkoordinasi dan menyampaikan bagaimana menerapkan protokol Covid-19 yang benar kepada mereka.
Sementara itu, kata dia, kalau di komunitas tentu ada pimpinan informalnya. Nah, pimpinan informal inilah yang bertanggung jawab untuk mendisiplinkan anggotanya.
“Jadi, mendisiplinkan itu kami merangkul semua, bukan mereka menegakkan perda,” kata dia.
Ia menjelaskan di pangkalan ojek misalnya pasti memiliki pimpinan informal yang bertanggung jawab untuk mengingatkan anggotanya bila tidak mengenakan masker akan bisa menulari orang lain, atau untuk selalu menjaga jarak.
Menurut Gatot, Polri maupun TNI tidak mungkin terus partroli besar-besaran selama 24 jam.
“Mereka (pimpinan informal) di sana 24 jam sehingga nanti di komunitas ojek itu ada pimpinannya yang informal itu mengingatkan dan akhirnya timbul satu kesadaran kolektif,” paparnya.
Pun demikian dengan pasar tradisional. Mantan Kapolda Metro Jaya ini mengatakan jumlah pasar tradisional di Indonesia ini banyak sekali.
Dalam realitasnya, ujar Gatot, di pasar tradisional itu tidak ada yang namanya pimpinan.
“Realitasnya ada yang menyebutnya kepala keamanan, ada yang menyebutnya mandor di situ, ada yang menyebutnya jeger. Mereka ini kan tiap hari di sana,” kata dia.
Jadi, sekali lagi Gatot menegaskan bahwa bukan Polri merekrut preman. Menurut dia, keliru kalau sampai disebut bahwa Polri merekrut preman untuk menegakkan protokol kesehatan Covid-19.
“Kami merangkul pimpinan-pimpinan informal yang ada di komunitas itu untuk bersama-sama membangun kesadaran kolektif untuk mematuhi protokol Covid-19. Jadi, mereka tidak menegakkan perda, tidak,” ujar dia.
Menurut Gatot, dengan merangkul pimpinan informal di komunitas maupun pasar-pasar tradisional akan lebih efektif dalam penegakan protokol kesehatan Covid-19.
Karena itu, Gatot sekali lagi meminta realitas sosial yang ada di masyarakat harus dipahami. Menurut dia, Polri lebih kepada pendekatan sosiologis sehingga bukan merekrut preman untuk menegakkan aturan.
“Namun, pimpinan informal di sana yang ada, dan mereka tentunya bersama tentunya dengan komunitas yang ada untuk mematuhi protokol Covid-19,” kata mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan itu. (boy/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Boy