jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aziz Syamsuddin mengatakan pimpinan parlemen tidak bisa dan tak boleh mengintervensi proses pembuatan suatu undang-undang (UU).
Politikus dari Lampung itu menuturkan bahwa cepat atau lambatnya suatu UU dibuat di DPR itu tergantung dari berbagai faktor, bukan karena ditentukan oleh pimpinan DPR.
BACA JUGA: Respons Ketua DPR RI Tentang Relaksasi PSBB
“Pimpinan DPR tidak berani menetapkan UU harus selesai dalam waktu tertentu. Semua tergantung dari situasi dan kondisi, dan sempurnanya pembahasan UU itu, serta dinyatakan lengkap dan baik oleh sembilan fraksi maupun pemerintah,” kata Aziz saat menjadi narasumber Bimbingan Teknis Online Proses dan Bimbingan Penyusunan Undang-Undang, Selasa (19/5), secara virtual.
Wakil ketua umum Partai Golkar itu menambahkan bahwa dalam proses pembuatan UU, DPR tentu harus mendengar masukan yang tidak hanya dari kalangan intelektual, akademisi, tetapi juga masyarakat umum.
BACA JUGA: Kunjungi Aceh, Bang Aziz Ajak Mahasiswa Ikut Aktif Berantas Korupsi
Nah, ujar Aziz, dalam proses yang biasanya dilakukan dalam rapat dengar pendapat umum (RPDU) itu bisa memakan waktu yang cepat atau lama.
“Masukan itu bisa panjang, bisa pendek tergantung perdebatan dan diskusi yang dilaksanakan,” ujar Aziz.
Selain itu, ujar Aziz, dalam pembuatan UU ada diskusi internal di antara DPR.
Kemudian, diskusi internal Pemerintah. Berikutnya diskusi bersama antara DPR dan pemerintah.
Mantan ketua Komisi III DPR itu mengakui, cukup sulit untuk menghilangkan nuansa politik pembentukan suatu UU di DPR.
Aziz menegaskan bahwa pihaknya semaksimal mungkin DPR berupaya untuk mengurangi pertimbangan dan warna politik dalam sebuah UU. “Namun perlu disadari DPR adalah lembaga politik perwakilan partai politik yang lolos ke parlemen dengan batasan parliamentary threshold,” ujarnya.
Pada 2019, ada sembilan parpol yang lolos ke Senayan. Nah, Aziz berujar, Sembilan parpol ini merupakan keterwakilan yang diperoleh dari hasil pemilihan dengan sistem demokrasi di masing-masing daerah pemilihan.
“Saya juga tidak berani memberlakukan janji 100 persen. Karena kalau diminta mengurangi atau meniadakan faktor poplitik dalam proses undang-undang, sekali lagi cukup susah. Karena ini bulan puasa, maka saya harus jujur. Setiap proses penetapan, undang-undang, pasal, substansi, ayat, tentu akan ada efek pertimbangan politik,” katanya.
“Di samping ada pertimbangan akademis, tetapi sekian persen tentu ada pertimbangan politik, tetapi kalau diminta menghilangkan relatif cukup memakan waktu," imbuhnya.
Lebih lanjut Aziz menambahkan pemerintah dalam membuat naskah akademik suatu undang-undang tentu juga memiliki tujuan-tujuan tertentu, dalam rangka politik untuk menyejahterakan rakyat.
“Jadi, tidak semua tujuan politik tak punya manfaat di masyarakat. Tujuan politik itu bagaimana untuk melakukan penetrasi efektif dalam menyejahterakan masyarakat secara cepat, tepat, dan efisien,” tuntas mantan ketua Banggar DPR itu. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy