Wakil Ketua DPR RI Pertanyakan Alasan Penelitian Vaksin Nusantara Ditunda Sementara

Kamis, 25 Maret 2021 – 15:30 WIB
Wakil Ketua DPR RI Azid Syamsudin pertanyakan alasan berhentinya proses penelitian vaksin Nusantara. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Azid Syamsudin mempertanyakan alasan penghentian proses penelitian vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto.

Menurut dia, DPR mendorong para peneliti untuk menjelaskan alasan penghentian tersebut, mengingat vaksin ini sudah lolos uji klinis tahap satu.

BACA JUGA: Azis Minta Pemerintah Mendukung Proses Uji Klinik terhadap Vaksin Nusantara

DPR juga meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk segera mengeluarkan persetujuan proses uji klinis tahap dua terhadap vaksin Nusantara.

"Sejak awal DPR mendukung vaksin Nusantara. Ini kerja keras yang jelas tidak mudah. Memiliki kekuatan luhur untuk memulihkan kondisi bangsa dari wabah Covid-19. Para peneliti harapannya dapat terbuka atas kondisi yang terjadi," terang Azis Syamsuddin dalam siaran persnya, Kamis (25/3/2021).

BACA JUGA: Penelitian Vaksin Nusantara Ditunda Sementara, Azis Syamsuddin Bereaksi

Azis juga meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendukung dan mempermudah proses uji klinis vaksin Nusantara maupun vaksin buatan dalam negeri lainnya.

Hal itu, lanjut Azis, mengingat persediaan vaksin Covid-19 yang tersertifikasi halal terbatas.

"Sangat disayangkan jika gagasan besar untuk bangsa ini gagal. DPR akan terus mendorong pemerintah untuk mendukung pembiayaan penelitian vaksin Covid-19 dalam negeri, khususnya vaksin Nusantara agar Indonesia dapat memproduksi vaksin sendiri sesuai dengan karakteristik orang Indonesia, termasuk jaminan kehalalannya," jelas Azis.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini juga merespon adanya hasil survei nasional yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang menunjukkan persentase tertinggi warga yang menolak untuk divaksin Covid-19 cukup tinggi, khususnya di DKI Jakarta.

"Prihatin, angka penolakannya sampai 33 persen. Apalagi DKI adalah episentrum, daerah yang yang memiliki tingkat penyebaran Covid-19 tertinggi di Indonesia. Saya memprediksim tingginya tingkat penolakan terhadap vaksin di DKI Jakarta tampaknya sejalan dengan persepsi tentang keamanan vaksin itu sendiri," jelas Azis.

Berada di urutan kedua dan ketiga, yakni Jawa Timur 32 persen dan Banten 31 persen, sementara persentase terendah penolakan untuk divaksin ditemukan di Jawa Tengah, yakni 20 persen. Di sisi lain, hanya 19 persen warga Jawa Tengah yang tidak percaya vaksin dari pemerintah aman.

Bila dilihat etnisitas, persentase terbesar etnik warga yang tidak mau divaksin adalah Madura 58 persen dan Minang 43 persen. Sedangkan yang paling tinggi persentase bersedia divaksin adalah Batak 57 persen dan Jawa 56 persen.

"DPR berharap, program vaksinasi ini benar-benar disosialisasikan ke masyarkat. Pemerintah Daerah memiliki peran penting dalam menumbuhkan antusiasme masyarkat. Sementara Kemenkes dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) diharapkan terus mendorong manfaat dan kehalalan vaksin," tutup Azis Syamsuddin. (jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler