Wakil Ketua MPR Ingatkan Bahaya 'Learning Lost' di Tengah Pandemi Covid-19

Selasa, 04 Mei 2021 – 20:42 WIB
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengingatkan bahaya learning lost di tengah Pandemi Covid-19. Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengingatkan bahaya learning lost di tengah Pandemi Covid-19.

Akibat pandemi menurut Ririe, membuat ada sekitar 60 juta siswa harus belajar di rumah.

BACA JUGA: Catatan Ketua MPR RI: KKB Papua dan Tegaknya HAM yang Berkeadilan

“Sayangnya tak semua siswa bisa belajar lewat PJJ secara ideal," kata Politikus Nasdem di Jakarta, Selasa (4/5).

Dia menyebut, berlansungnya pandemi hampir dua tahun membuat berbagai pihak khawatir Indonesia akan berhadapan dengan ‘learning lost’.

BACA JUGA: Ahmad Basarah : MPR Sedang Berupaya Merealisasikan Haluan Negara Tahun 2023

"Masalah ini jangan dianggap main-main," kata dia.

Ririe mencontohkan, satu tahun lalu ada anak masuk Kelas I SMP dan hingga saat ini belum masuk sekolah.

"Ada dampak kesehatan mental yang menimpa para siswa. Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah”, tegasnya.

Dia mengakui pada masa pandemi pemerintah belum bisa menerapkan ekosistem pembelajaran yang ideal. “Masih banyak warga yang belum memperoleh kesempatan belajar”, tuturnya.

Menurutnya, saat ini partisipasi pendidikan di Indonesia masih rendah dan masih meninggalkan permasalahan yang ada.

Ririe menyebut sebagai negara yang memiliki geografis luas, bentangan wilayah yang ada merupakan tantangan tersendiri bagi keberlangsungan pendidikan di tanah air.

"Selain masih rendahnya tingkat partisipasi pendidikan juga belum maksimalnya pentingnya dan pemahaman tentang pendidikan dan mengenal kebudayaan," katanya.

Ririe menuturkan masa pandemi Covid-19 membuat sektor pendidikan sangat terpukul.

“Pandemi membuat gerak masyarakat terbatas sehingga proses belajar tak lagi di sekolah”, tuturnya.

Ririe berharap pada masa pandemi yang belum usai, ada acara baru dalam proses belajar.

Karena, kata dia selama menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ) banyak kendala yang terjadi, terutama masalah jaringan internet.

“Kalau di kota-kota besar, akses internet mudah, nah masalahnya bila sekolah berada di daerah pelosok”, ungkapnya.

Timbulnya ‘learning lost’ juga diakui oleh Anggota MPR Fraksi PKB Syaiful Huda.

“Kita memperingati Hari Pendidikan Nasional di tengah munculnya ‘learning lost’," ungkapnya.

Syaiful Huda mengutip beberapa survei yang menyebut PJJ efektif.

Hal itu juga diketahui saat dirinya melakukan kunjungan kerja ke berbagai daerah.

"Ternyata efektivitas PJJ hanya 30 persen. Rendahnya efektifitas PJJ kami maklumi sebab pendidik dan siswa masih beradaptasi dengan teknologi”, ungkapnya.

Syaiful Huda berharap kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim agar memanfaatkan kondisi yang ada menjadi momentum untuk bangkit.
“Misalnya dengan menerapkan pendidikan yang berbasis pada media digital”, tuturnya.

Syaiful Huda menilai Indonesia belum siap melakukan PJJ, karena kesulitan mendapatkan internet.

"Nah kita juga belum bisa menerapkan prokes di sekolah”, tambahnya. Apa yang ada menurutnya harus dijadikan hikmah dan pelajaran. Dengan fakta itu membuat pemerintah bisa membangun program-program yang konkret," ujarnya.

Terkait ‘learning lost’, pengamat pendidikan Indra Charismiadji menyebut bahwa sebenarnya dunia pendidikan di Indonesia sudah mengalami ‘learning lost’ sejak 20 tahun yang lalu.
Dirinya menggunakan data-data dari media dan data asing.

“Contohnya kemampuan matematika siswa di Indonesia rendah”, ungkapnya.

Indra mengatakan seharusnya pendidikan di negara ini sudah harus berbasis pada digital. “Karena arah pendidikan masa depan ke sana”, ujarnya. (jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler