Wakil Ketua MPR: Pemahaman Pancasila Jauh Berbeda dengan Zaman Dulu

Kamis, 24 Agustus 2017 – 21:45 WIB
Wakil Ketua MPR Mahyudin saat Sosialisasi Empat Pilar di Universitas 17 Agustus 1945, Samarinda, Kalimanatan Timur, Kamis (24/8). FOTO: MPR

jpnn.com, SAMARINDA - Wakil Ketua MPR Mahyudin menyampaikan sambutan sekaligus membuka secara resmi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kepada 400 mahasiswa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Kalimantan Timur di Aula Universitas 17 Agustus 1945, Samarinda, Kalimanatan Timur, Kamis (24/8).

Acara itu juga dihadiri oleh anggota MPR RI H.M. Idris dan Rektor Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Marzoni Rahmat.

BACA JUGA: Datangi Zulkifli Hasan, Ratusan Kiai Ingin Sempurnakan UUD

Mahyudin menyampaikan, kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan MPR RI sudah berganti nama.

Dulu, pada saat MPR diketuai oleh Taufiq Kiemas, sosialisasi ini bernama Sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.

BACA JUGA: Gelar Sosialisasi 4 Pilar, MPR Tidak Mencari-cari Pekerjaan

Namun,  pada awal kepemimpinan MPR RI periode 2014-2019, nama itu menjadi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI.

Perubahan nama itu adalah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang MPR mamakai istilah/frasa Sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.

BACA JUGA: Ketua MPR Biasa Baca Alquran di Smartphone

Putusan itu diambil menyusul adanya kelompok masyarakat  yang mengajukan gugatan, yudicial review, ke MK atas istilah/frasa Sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Gugatan itu diterima oleh MK.

Maka, setelah berkonsultasi dengan MK, MPR kemudian dibolehkan oleh MK mengubah nama menjadi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI.

Pernyataan itu disampaikan Mahyudin karena sebelumnya ada yang salah dalam penyebutan istilah sosialisasi.

Mahyudin berharap, setelah dia mengoreksi, ke depan tidak ada lagi yang melakukan kesalahan dalam penyebutan istilah Sosialisasi Empat Pilar MPR RI.

"Dulu saya mendapat penataran P4, tetapi apa yang dilakukan MPR sekarang bukan untuk menyampaikan penataran seperti dahulu, tapi mengingatkan kembali kalau kita memiliki nilai-nilai luhur peninggalan nenek moyang yang harus terus dijaga, dirawat dan dilestarikan,” ujarnya.

Sosialisasi Empat Pilar, kata Mahyudin, dibutuhkan karena masuknya nilai-nilai asing ke Indonesia berjalan terus-menerus melalui berbagai media.

Karena itu, MPR merasa perlu untuk menyosialisasikan Empat Pilar MPR RI agar keutuhan NKRI bisa terjaga.

Apalagi, saat ini banyak muncul kelompok masyarakat yang hendak memerdekakan diri dari NKRI.

Yang terpenting dari upaya sosialisasi yang dilakukan MPR adalah bagaimana rakyat Indonesia bisa kembali memahami kembali Pancasila dan nilai-nilai luhur bangsanya. 

Ini sangat penting di saat bangsa ini pascareformasi bergulir tidak lagi memahami, mempelajari apalagi mengimplementasikan Pancasila dan nilai luhur bangsa. Ditambah lagi berbagai konflik SARA pra dan pasca Pilkada DKI yang sudah dalam taraf yang mengkhawatirkan dan menganggu persatuan bangsa.

"Pemahaman Pancasila dan nilai luhur bangsa saat ini jauh berbeda dengan masa lalu.  Saat ini sosialisasi oleh MPR dilakukan dengan berbagai metode seperti melalui seni budaya, outbound untuk para mahasiswa, lomba cerdas cermat Empat Pilar untuk pelajar SLTA, berbagai seminar dan diskusi serta training of trainers untuk para profesional dan akademisi," paparnya.

Yang diharapkan MPR, lanjut Mahyudin, pasca selesai mengikuti sosialisasi, para peserta mampu memahami dilanjutkan dengan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari serta memberikan pemahaman kepada lingkungannya masing-masing.

"Kami bersyukur bahwa Pancasila kini sudah banyak dibicarakan, dipahami kembali oleh seluruh rakyat Indonesia.  Ini sangat luar biasa sebab, metode yang dilakukan tidak ada sama sekali indoktrinasi dan pemaksaan.  Yang ada rakyat Indonesia menyadari dengan kesadaran tinggi pentingnya Pancasila dan nilai luhur bangsa untuk persatuan dan kesatuan bangsa," katanya.

Mahyudin menambahkan, salah satu hal yang paling banyak menjadi perdebatan yang perlu diwaspadai adalah fenomena pemilihan kepala daerah. 

Banyak sekali isu SARA yang dilontarkan pihak pro dan kontra calon untuk saling menjatuhkan.

"Ini yang harus dicamkan.  Setiap agama mengajarkan untuk menjalankan segala perintah Tuhan melalui kitab suci.  Contoh Islam, bukan rasis jika Islam memilih calon pemimpin yang beragama Islam sebab itu adalah perintah agamanya.  Namun, menjadi salah jika kita melarang orang untuk mencalonkan diri dan menjatuhkannya dengan memakai isu SARA," ujarnya. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Zulkifli: Sudah Tidak Zaman Lagi Korupsi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
MPR   MPR RI  

Terpopuler