jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Lestari Moerdijat memahami suara dan sikap petani tembakau yang menolak keinginan Kementerian Keuangan, yang akan menerapkan kebijakan Simplifikasi Cukai Rokok, pada 2021 mendatang.
Lestari meminta para petani tembakau menggalang dukungan yang lebih luas dari masyarakat. Termasuk berdialog dengan Komisi IV yang membidangi masalah perkebunan dan Komisi XI yang membidangi masalah anggaran dan komisi-komisi lainnya di DPR.
BACA JUGA: Struktur Tarif Cukai Rokok jadi Celah Pengusaha, KPK Minta Harus Lebih Sederhana dan Transparan
“Sebenarnya tupoksi masalahnya ada di DPR, karena itu sebaiknya masyarakat petani tembakau atau industri hasil tembakau menyampaikan hal ini ke kawan-kawan DPR. Saya akan menampung dan berusaha menyampaikan aspirasi mereka. Saya juga akan minta Fraksi Nasdem dan kawan-kawan di Komisi IV untuk bisa memfasilitasi dan meneruskan suara masyarakat petani tembakau ke pihak-pihak yang berkompeten,” seru Lestari.
Hal itu disampaikan saat mengadakan dialog secara daring dengan masyarakat industri hasil tembakau yang diwakili oleh Pengurus Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI ) Propinsi Jawa Barat, dan APTI Pengurus Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di Jakarta.
BACA JUGA: Asri Welas: Mukanya Dian Sastro, Kakinya Aku itu
Menurut Lestari, isu tembakau selalu menjadi seksi dan hangat di bicarakan. Di satu sisi digugat oleh aktifis kesehatan. Setiap tahun selalu ada gerakan masyarakat anti rokok.
Di sisi lain, cukai rokok menjadi salah satu sumber pendapatan negara.
BACA JUGA: IHT Terdampak Covid-19, Pemerintah Diminta Lindungi Industri SKT
Bukan hanya lewat cukai, industri rokok juga membuka lapangan pekerjaan dan menggerakan roda perekonomian nasional di kota maupun di daerah daerah. Serta memberikan keuntungan dan pendapatan bagi negara dan masyarakat.
“Karena itu saya sepakat dengan pendapat dan masukan pengurus APTI. Apapun permasalahannya, harus didudukan sesuai konteksnya. Harus duduk bersama diputuskan secara bersama, mencari jalan keluar yang terbaik. Karena itu, pengurus APTI harus selalu berdiskusi dan melakukan konsolidasi melalui saluran yang benar dan tepat. Salah satunya lewat DPR sebagai wakil rakyat,” papar Lestari.
Sementara, Ketua APTI Jawa Barat Suryana meminta pemerintah menunda pemberlakukan kebijakan simplifikasi penarikan cukai rokok.
Pasalnya, jika kebijakan tersebut jadi dilaksanakan, hanya akan menguntungkan satu perusahaan rokok besar asing.
"Sementara perusahaan rokok kelas menengah dan kecil nasional akan mati. Karena dipaksa membayar cukai rokok lebih besar dan lebih mahal. Jika industri rokok menengah dan kecil mati, akan menyusahkan para petani tembakau. Juga akan menciptakan monopoli industri dan produksi serta penjualan rokok di tanah air. Ini merugikan kami semua,” tegasnya.
Dia meminta Kementerian Keuangan tidak hanya memperhatikan kepentingan asing yang menginginkan diberlakukannya simplifikasi. Tapi harus lebih memperhatikan kepentingan nasional, khususnya industri rokok nasional termasuk masa depan dan kesejahteran para petani tembakau.
Menurut Suryana, kebijakan simplifikasi penerapan cukai nasional, adalah salah satu bentuk kebijakan yang bisa mematikan industri rokok nasional dan menguntungkan industri atau perusahaan rokok asing.
“Sebagai indutri strategis nasional, harusnya pemerintah maupun DPR RI berkomitmen melindungi industri rokok nasional. Kebijakan kebijakan yang dibuat pemerintah, harus dapat melindungi dan mempertahankan keberadaan dan keberlangsungan industri rokok nasional. Bukan menguntungkan industri rokok asing,” papar Suryana.
Di tempat yang sama, Ketua APTI Nusa Tenggara Barat Sahmihudin membantah adanya pendapat yang menyebutkan jika simplifikasi jadi dilakukan akan memberikan tambahan pendapatan negara belasan triliun rupiah.
Atau sebaliknya, jika simplifikasi tidak dilakukan, negara akan dirugikan belasan triliun rupiah.
“Yang benar adalah, jika simplifikasi penarikan cukai dilakukan, hanya akan menguntungkan perusahaan rokok besar dari Amerika. Perusahaan rokok lainnya lama-lama gulung tikar, yang terjadi kemudian adalah monopoli produksi dan penjualan rokok oleh satu perusahaan besar dari luar negeri tadi. Hal ini akan berdampak negatif pada semakin menurunnya kesejahteraan petani tembakau," tandas Sahmihudin.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy