Wakil Rakyat Blak-blakan Masalah Honorer jadi PPPK, Ini Rumit, Pak!

Jumat, 21 Juni 2024 – 07:04 WIB
Anggota Komisi II DPR RI Kamran Muchtar Podomi pesimistis pengangkatan honorer jadi PPPK bisa tuntas akhir 2024. Foto: Humas KemenPAN-RB

jpnn.com - JAKARTA –Anggota Komisi II DPR RI Kamran Muchtar Podomi pesimistis pengangkatan honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK bisa tuntas Desember 2024.

Menurut politikus dari Partai NasDem itu, banyak masalah seputar rencana pengangkatan honorer jadi PPPK.

BACA JUGA: Angin Surga dari Senayan untuk Honorer Non-Database BKN, Tepuk Tangan

“Bicara PPPK, masalahnya banyak,” ujar Kamran saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan sejumlah forum honorer, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senayan, Rabu (19/6).

Hadir di RDPU tersebut, antara lain Forum Komunikasi Honorer Nakes dan Non-nakes (FHKN), Aliansi Honorer Nasional (AHN), Ikatan Bidan Indonesia, hingga Forum Penyuluh Nusantara.

BACA JUGA: 2 PR Besar Pengangkatan Honorer jadi PPPK, Nasib Non-Database BKN, Oh

Rapat membahas pengangkatan honorer jadi PPPK itu dipimpin Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang.

Pada RDPU tersebut, Kamran bicara mengenai pendataan honorer yang bermasalah. Hanya honorer yang sudah masuk database BKN, tetapi menurutnya pendataan diwarnai manipulasi.

BACA JUGA: Seluruh Honorer Bisa Daftar Seleksi PPPK 2024, Ada Afirmasi

Akibatnya, tidak sedikit honorer yang sudah lama mengabdi justru tidak masuk database BKN, sehingga tertutup peluangnya diangkat jadi PPPK.

“Ada kongkalikong, sehingga pedagang di pasar tiba-tiba jadi PPPK,” kata Kamran.

Sebelumnya, saat Raker dan Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI dengan KemenPAN-RB, BKN, dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) di Senayan, Rabu (12/6), Kamran sudah bersuara lantang mengenai masalah tersebut.

Saat itu dia mengatakan, operator bisa menghapus data honorer yang sudah lama mengabdi, diganti dengan honorer baru.

“Operator sangat penting. Dia bisa mengganti dapodik, diganti orang baru,” kata Kamran.

Dia mengatakan, kecurangan seperti itu bisa terjadi karena ada peran penguasa di daerah.

Kamran saat itu bercerita, pernah ada kasus seorang pedagang di pasar, yang tidak pernah menjadi tenaga honorer, tiba-tiba diangkat menjadi ASN.

“Orang jualan di pasar, tidak pernah jadi honorer, tiba-tiba jadi pegawai, karena ada tingkat (akses dengan) penguasa. Yang seperti ini jangan terjadi lagi,” cetus mantan anggota DPRD Anggota DPRD Kabupaten Bolaang Mongondow itu.

Nah, saat RDPU pada Rabu, Kamran kembali menyoroti soal pendataan honorer.

Dia mengatakan, data jumlah honorer naik turun tergantung kepentingan penguasa di daerah.

“Jumlah honorer up and down, menjelang pilkada jumlah honorer bertambah,” cetusnya.

“Ini rumit, Pak. Selama pemerintah tidak menyediakan lapangan kerja, masalah ini tidak akan selesai,” sambungnya.

Bahkan, Kamran terang-terangan menyatakan tidak setuju penghapusan honorer ditenggat Desember 2024.

Pasalnya, bakal sulit menyelesaikan masalah honorer selama pendataan masih belum klir. Padahal, keberadaan honorer menurut Kamran masih sangat dibutuhkan.

Dia mengatakan bahwa di beberapa daerah peran honorer justru lebih menonjol dibanding PNS.

“Tidak seluruh PNS bisa kerja, justru honorer yang bekerja,” kata Kamran.

Pernyataan Kamran senada dengan rekannya di Komisi II DPR, Guspardi Gaus.

Saat RDPU tersebut, Guspardi Gaus menyebut ada dua pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan pemerintah terkait pengangkatan non ASN atau honorer jadi PPPK.

Pertama, yakni bagaimana pemerintah menuntaskan 2,3 juta honorer untuk diangkat jadi PPPK paling lambat Desember 2024.

Kedua, mencari solusi masalah honorer yang tidak terdata dalam database BKN.

“Bagaimana dengan orang-orang (honorer, red) yang sudah bekerja 10 tahun, belasan tahun, hingga 20 tahun, tetapi tidak masuk update data (BKN),” kata Guspardi.

Guspardi menduga, sebagian honorer yang tidak masuk database BKN merupakan korban kezaliman.

Menurutnya, ada oknum-oknum pejabat di daerah yang sengaja menghambat honorer tertentu agar tidak bisa masuk database BKN.

“Orang yang sudah bekerja 5 tahun berturut-turut malah tidak masuk database BKN,” kata Guspardi, sembari menyebut jumlah honorer yang tidak masuk database BKN sekitar 3 juta orang.

Dengan argumen di atas, Guspardi mendesak pemerintah untuk juga mengangkat honorer yang tidak masuk database BKN menjadi PPPK.

“Tentu yang prioritas yang 2,3 juta, yang telah ter-update datanya,” kata Guspardi. (sam/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler