jpnn.com, JAKARTA - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) kembali mengingatkan dampak buruk penggunaan bahan bakar minyak (BBM) beroktan rendah.
Mulai dari pencemaran udara hingga gangguan kesehatan, termasuk penurunan tingkat kecerdasan.
BACA JUGA: Aktivis Lingkungan: Jika Tetap Pakai BBM RON Rendah, Sama saja dengan Bencana
Selain membuat pembakaran tidak sempurna dalam ruang bakar yang menyebabkan peningkatan emisi, BBM RON rendah juga berdampak buruk terhadap kesehatan.
Di antaranya gangguan pada paru-paru yang membuat gangguan pada organ pernasafan.
BACA JUGA: Daus Mini: Enggak ada Angin dan Hujan, Dikatain Binatang
“Dampaknya sangat buruk, terutama pada golongan rentan, seperti orang tua dan anak-anak. Dampak ini banyak ditemui di perkotaan. Mereka yang berjalan kaki pun bisa terpapar,” kata Manajer Kampanye Perkotaan dan Energi WALHI Nasional Dwi Sawung.
Bahkan, lanjut Sawung, saking berbahayanya BBM RON rendah pengguna mobil pribadi ber-AC dengan kaca tertutup pun, tak luput dari ancaman polusi di jalanan.
BACA JUGA: BBM RON Rendah Sangat Berisiko Bagi Mesin Kendaraan
“Masih bisa (masuk ke dalam mobil). Ada partikel tertentu yang tetap masih bisa masuk ke dalam kendaraan,” ungkapnya.
Tidak hanya lingkungan dan kesehatan. BBM RON rendah juga berdampak buruk terhadap sisi ekonomi. Kerugian akibat penurunan kualitas udara dan gangguan kesehatan, misalnya, memiliki kompensasi biaya yang sangat mahal.
Dampak buruk tersebut, lanjut Sawung, karena sektor transportasi memang menjadi penyumbang yang cukup signifkan terhadap polusi udara. Sekitar 40 persen total emisi, merupakan kontribusi dari sektor tersebut. Dampak buruk makin dirasakan di berbagai kota besar, seperti Jakarta.
“Dengan BBM RON rendah tentu polusi makin tinggi. Ada sulfur dan juga hidrokarbon yang jauh lebih banyak dibandingkan BBM RON tinggi,” jelas Sawung.
Mengingat bebagai dampak buruk itulah, mau tidak mau peralihan penggunaan BBM RON rendah menuju RON tinggi memang harus segera diimplementasikan. Apalagi secara aturan, sebenarnya penerapan sudah harus dilakukan pada tahun lalu.
“Kita sudah sangat terlambat. Aturan sudah dibuat, tetapi penegakan aturan yang sangat lemah bahkan tidak ada,” tandas Sawung.(chi/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Yessy