Wali Kota Makassar Akui Penerapan Perda Tak Maksimal

Selasa, 05 Februari 2013 – 04:53 WIB
MAKASSAR -- Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin mengakui masih lemahnya pengawasan terhadap sejumlah regulasi daerah yang telah diterapkan Pemkot Makassar, seperti Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Wali Kota (Perwali). Menurut Ilham, tidak maksimalnya penerapan sejumlah regulasi daerah disebabkan karena pengawasan dari unit kerja terkait tidak berjalan maksimal, khususnya Satpol PP.
   
Sejumlah perda yang dianggap kurang berjalan maksimal, kata Ilham, seperti perda tentang anak jalanan, termasuk Perwali tentang larangan merokok di tempat-tempat umum, khususnya area pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan umum lainnya.
   
"Yang menjadi kekurangan kita memang karena tenaga pengawasan kita kurang, seperti Satpol PP, jumlah personel kita hanya 300 orang, dibanding dengan Manado yang sampai 800 orang. Ini menjadi catatan buat saya untuk segera kita benahi," kata Ilham seperti dilansir FAJAR (JPNN Group).
   
Ilham mencontohkan, soal penanganan anak jalanan, pengawasan Perda ini mulai lengah dalam beberapa tahun terakhir.  Padahal, tambah wali kota dua periode ini, Makassar pernah jadi daerah percontohan di Indonesia sebagai daerah yang bebas anak jalanan.
   
Pemkot, kata dia, segera akan membangun sinergi dengan unit kerja terkait untuk menegakkan kembali semua perda yang telah diberlakukan Pemkot Makassar.

Perwali Nomor 13/2011 tentang larangan merokok di tempat umum juga dinilai jalan di tempat. Perwali yang diharapkan bisa menekan dampak bahaya rokok ini, masih jauh panggang dari api. Padahal, kehadiran perwali ini disambut positif praktisi kesehatan masyarakat di Kota Makassar.
         
Pakar Kesehatan Masyarakat yang juga Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas, Prof Dr Alimin Maidin menyayangkan perwali tersebut belum berjalan. Padahal, kata dia, dampak asap rokok sudah nyata di tengah-tengah masyarakat.
          
Prof Alimin menyebut dirinya heran apa yang menjadi kendala sehingga perwali ini tidak bisa dijalankan. Jika ada ketegasan, menurut dia, maka sangat mungkin regulasi ini berjalan efektif. Kecuali jika pejabat publik yang memang tidak memiliki keinginan untuk menerapkan aturan ini.
          
"Apalagi, kita tahu antara 60-70 persen anggota dewan itu perokok. Pejabat juga banyak yang merokok. Tapi kalau ada aturan, saya pikir harus ditaati. Dampak rokok ini sudah mengkhawatirkan," ujar Prof Alimin di ruang kerjanya, akhir pecan lalu.
            
Lebih lanjut dia menegaskan, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan baru-baru ini, jumlah perokok di Makassar sudah cukup besar. Setidaknya ada sekira 300 ribu penduduk Makassar merokok setiap hari tanpa memilih tempat. Jika hitung-hitungannya adalah nominal uang, maka ada sekira Rp3 miliar uang yang dihabiskan untuk menghisap rokok per harinya.
             
Belum lagi jika berhitung dampak bagi kesehatan. Baik bagi dirinya maupun kepada orang lain. Itu sebabnya, hadirnya perwali dinilai akan menjadi kabar gembira untuk memperbaiki kualitas kesehatan masyarakat. "Tapi buktinya jalan di tempat," ucapnya.
              
Malah dia mengatakan jika ada keseriusan untuk melindungi masyarakat dari bahaya rokok ini, harusnya tidak hanya perwali tetapi bisa menjadi Peraturan Daerah (Perda). Bahkan kalau perlu menjadi Perda Sulsel sehingga bisa mengatur semua daerah. "Saya harap ini nanti jadi harapan kami pada pak gubernur. Cuma harus benar-benar dijalankan," harapnya. (fajar)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Aniaya Warga, Kapolres Banggai Dicopot

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler