Selain Diani, Direktur Utama PD Pasar Pakuan Jaya Kota (PDPPJ) Bogor, Ali Yusuf, dan Ketua Badan Pengawas PDPPJ, Untung Kurniadi juga turut dalam pelaporan kasus tersebut. Adalah LBH Keadilan Bogor Raya yang berani melaporkan kebijakan walikota itu ke KPK. Kenekatan LBH Keadilan Bogor Raya tak sampai di situ. Kepala Kejari Bogor (Kajari), Yudhi Sutoto, juga bakal digugat perdata karena menghentikan penyelidikan kasus hibah Blok G.
Informasi yang dihimpun Radar Bogor (Grup JPNN), LBH Keadilan Bogor Raya melaporkan Diani dan reng-rengannya ke KPK pada Senin (3/12). Atau sehari sebelum Kejari Bogor memberikan pernyataan sikap untuk memberhentikan penyelidikannya kemarin(4/12). Pelaporan tersebut tercatat dalam surat penerimaan aduan masyarakat bernomor 2012-12-000001.
“Kami sudah mengantisipasi sikap Kejari dalam kasus ini. Makanya, kami menyampaikan pelaporan kepada KPK terhadap tindakan Walikota Diani dan kawan-kawan,¨ kata Direktur Eksekutif LBH Keadilan Bogor Raya, Sugeng Teguh Santoso kepada wartawan koran ini, Selasa (4/12).
Menurut Sugeng, pernyataan Kajari Bogor tentang tidak adanya kerugian negara dalam kasus hibah Blok G kurang tepat. Padahal, sudah jelas kerugian negara timbul saat hak kepemilikan pemerintah daerah hilang dan potensi untuk mendapatkan defiden dari hasil pengelolaan aset tersebut menjadi tidak ada.
“Apalagi, setelah kios di Blok G diperjualbelikan. Faktanya, Koperasi Pengusaha Kecil Pedagang dan Jasa (Kopel) Bogor sebagai mitra dari PDPPJ telah menerima uang sebesar Rp125 juta dari H. Engkos Kosasih sebagai uang muka pembelian hak pakai kios lantai seluas 27 meter persegi di Pasar Kebon Kembang, Blok G No. 07,” bebernya.
Sugeng menambahkan, kemitraan PDPPJ dengan Kopel PDPPJ termuat dalam Surat Perjanjian Kerjasama bernomor 511.2/PKS.6-PDPPJ/2012; KOPEL-530-V-2012. Dari penerimaan uangmuka itu, dapat diketahui tingginya nilai ekonomi Blok G yang berisi 30 kios tersebut. Penjabarannya, bila uang muka kios diasumsikan 20 persen dari nilai jual, maka nilai jual satu kios sekitar Rp625 juta. Bila ada 30 kios, berarti nilai jual Blok G sekitar Rp18,75 miliar. “Artinya, tetap harus meminta pesetujuan DPRD karena lebih dari Rp5 miliar, sesuai dengan Pasal 47 ayat 2 UU No.1/2004 tentang Pembendaharaan Negara,¨ jelasnya.
Dengan nilai sekitar Rp18,75 miliar, lanjut Sugeng, peralihan hak Blok G harus harus mendapat persetujuan Presiden RI terlebih dahulu. Itu sesuai pasal 48 ayat 1 huruf a dalam PP 38/2008 tentang perubahan PP 6/2006 tentang pengelolaan barang milik negara atau daerah.
“Pasal itu, menyatakan, pemindahtanganan barang milik negara untuk tanah dan/atau bangunan bernilai di atas Rp10-100 miliar ilakukan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan Presiden,” tegasnya.
Sugeng menduga adanya skenario untuk menafsir rendah nilai Blok G. Padahal nilai aset pasar tersebut sangat tinggi. Bila Kejari menghentikan penyelidikan karena melihat tidak ada kerugian negara dalam proses peralihan hak terhadap objek tanah dan bangunan bernilai tinggi itu, maka sikap tersebut diduga sebagai perbuatan melawan hukum.
“Bersamaan dengan pelaporan kepada KPK, kami akan melakukan gugatan perdata karena adanya dugaan perbuatan melawan hukum itu. Supaya objektif, harusnya nilai dari Blok G diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” tegasnya.
Sementara itu, kendati indikasi adanya unsur kerugian negara telah disampaikan, tapi Kejari Bogor tetap menilai pelaporan LBH Keadilan Bogor Raya tentang dugaan korupsi Blok G dinyatakan gugur. Itu karena tidak ditemukan kerugian negara.
Sebelum memutuskan itu, kejari menegaskan telah melakukan pengumpulan data (puldata) dan pengumpulan keterangan (pulket). Kejari Bogor, Yudhy Sutoto mengatakan, tim appraisal sempat melakukan penilaian terhadap Blok G. Hasilnya, bangunan dua lantai berisi 30 kios yang berdiri di atas lahan 421 meter persegi itu bernilai sebesar Rp1,9 miliar.
Artinya, bila bangunan berisi 30 kios dihargai Rp1,9 miliar, maka nilai satu kios hanya Rp63,4 juta. Atau sekitar sepersepuluh dari penghitungan LBH Keadilan Bogor Raya yang menilai satu kios sebesar Rp625 juta.
Nah, karena penilaiannya hanya Rp1,9 miliar atau di bawah Rp5 miliar, maka pengalihan haknya tidak perlu meminta pertimbangan DPRD, sesuai sesuai Pasal 47 ayat 2 UU No.1/2004 tentang Pembendaharaan Negara.
Selain itu, kata Yudhi, hibah Blok G tidak menggunakan dana APBD Kota Bogor. Jadi, tidak bisa disebut perbuatan korupsi. "PD Pasar berada di bawah naungan Pemkot Bogor berdasarkan Perda No.4/2009 tentang Pendirian PDPPJ. Dalam Pasal 5 disebutkan, modal PDPPJ termasuk kekayaan Pemkot Bogor yang dipisahkan," jelasnya.
Kajari mengaku telah menelusuri kronologis hibah Blok G, dari tangan ke tangan. "Kami meminta keterangan dari unsur Pemkot dan PDPPJ. Dimana, (hibah) itu dilakukan untuk mencegah terjadinya kekosongan pengelolaan pasar pasca putus kontrak dengan PT AIM pada pertengahan tahun 2011 lalu," beber mantan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Bali itu.
Kasi Intelejen Kejari Bogor, Muhammad Fahro Rozi menambahkan, hasil pemeriksaan akan dijelaskan dalam surat keterangan kepada LBH Keadilan Bogor Raya sebagai pelapor. “Dalam waktu dekat ini, hal itu akan dilakukan,” tukasnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Hukum Setda Kota Bogor, Boris Derarusman menilai, kasus pengalihan hak atau hibah Blok G bukan berada di ranah hukum pidana. Pasalnya, tidak ada kerugian negara di dalamnya.
¨Itu kan ranah admisnistrasi negara. Sebelum pelaporan itu, kami juga sudah digugat oleh PT AIM di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Putusannya, kami dimenangkan. Jadi, sebaiknya sama-sama menjadi situasi tetap kondusif,¨ terangnya.
Saat ditanya tentang pelaporan Walikota Bogor kepada KPK, Boris mengatakan, tindakan tersebut sah-sah saja dilakukan. ¨Siapa saja kan bisa melapor. Yang jelas, kami belum mendapatkan konfirmasi sebelumnya tentang pelaporan itu,¨ tandasnya.
Di lain pihak, ketika dihubungi, Walikota Diani tak menjawab sejumlah pertanyaan yang dilayangkan. Sedangkan, Ketua Badan Pengawas PDPPJ, Untung Kurniadi belum dapat dihubungi sampai tadi malam.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada 2011, Pemkot Bogor telah mengalihkan hak atau hibah terhadap aset daerah berupa 30 kios di Blok G, Pasar Kebon Kembang, Kota Bogor. Kebijakan tersebut menjadi polemik karena sebelumnya tidak meminta persetujuan DPRD Kota Bogor. (cr2/rur)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Pulau di Batam Terancam Hilang
Redaktur : Tim Redaksi