Wamenag Zainut: Islam Seharusnya Menjadi Penawar Bagi Persoalan Global

Jumat, 05 Mei 2023 – 13:09 WIB
Wamenag Zainut Tauhid Sa'adi saat menutup Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-22 di UIN Sunan Ampel Surabaya, Kamis (4/5). Foto dok. Kemenag

jpnn.com, SURABAYA - Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi menyampaikan bahwa agama harus dapat dihadirkan sebagai solusi atas beragam persoalan.

Agama tidak semestinya menjadi bagian dari masalah itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan rekontekstualisasi ajaran agama.

BACA JUGA: Empat Imbauan Wamenag Zainut Pascapenembakan Kantor MUI

“Agama harus hadir menjadi problem solver, bukan bagian dari masalah itu sendiri. Itu harus dimulai dari konstruksi fikih yang ramah terhadap perbedaan dan perubahan,” tegas Wamenag Zainut saat menutup Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-22 di UIN Sunan Ampel Surabaya, Kamis (4/5). 

Ajang diskusi para pakar keagamaan, dalam dan luar negeri, yang berlangsung dari 2 – 4 Mei ini mengangkat tema Recontextualizing Fiqh for Equal Humanity and Sustainable Peace.

BACA JUGA: Wamenag Zainut Tauhid: Peresmian GKI Yasmin Menyudahi Polemik Berkepanjangan

Para akademisi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) juga hadir.

Tema AICIS 2023, kata Wamenag, sangat tepat untuk mencoba menggali ulang terhadap ajaran-ajaran Islam dalam menghadapi tantangan kehidupan dan kemoderanan.

BACA JUGA: Wamenag Singgung Moderasi Beragama di Pekan Tilawatil Quran RRI Tingkat Nasional 

Meski temanya terkait dengan fikih kemanusiaan dan perdamaian yang sudah lama diwacanakan para cendekiawan sebelumnya, tetapi forum ini lebih menekankan pada upaya untuk melihat ulang atas kesesuaian konteks seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang makin dahsyat.

"Islam hendaknya menjadi penawar bagi persoalan global yang hingga kini masih membutuhkan peran nyata dari agama itu sendiri," ujarnya. 

Dia melanjutkan fikih sesuai dengan wataknya sangat terbuka lebar bagi munculnya pemahaman dan paradigma baru.

Oleh karena itu, diperlukan wadah yang memberikan kesempatan kepada para ahli (expert) dan para pakar ahli bidang Islamic Studies untuk menyumbangkan pemikiran brilian untuk tatanan kehidupan umat manusia yang lebih baik.

AICIS telah menghasilkan beberapa pokok pikiran atau gagasan dalam bentuk rekomendasi yang disebut: Surabaya Charter. Ada enam rekomendasi yang dihasilkan, yaitu:

1. Rekontekstualisasi semua doktrin dan pemikiran keagamaan yang tidak sesuai dengan prinsip martabat manusia, kedamaian dan keadilan;

2. Menjadikan maqashid al-syariah (tujuan tertinggi hukum Islam) sebagai prinsip penuntun reformulasi fikih;

3. Definisi, tujuan dan ruang lingkup fikih harus didefinisikan ulang atas dasar integrasi pengetahuan Islam, ilmu sosial dan hak asasi manusia untuk mengatasi masalah kontemporer.

4. Menafsirkan ulang semua doktrin fikih yang mengkategorikan dan mendiskriminasi manusia atas dasar agama atau etnis, seperti konsep kafir dzimmy dan kafir, atau memandang selain Muslim sebagai tidak setara dan warga negara kedua;

5. Menolak penggunaan agama untuk kepentingan politik. Fenomena politik identitas, khususnya yang berbasis agama, harus ditolak keras.

6. Memelihara keberagaman dalam hidup berdampingan yang toleran dan damai yang menerapkan prinsip moderasi, kesetaraan dan keadilan beragama.

“Hasil rumusan Surabaya Charter yang telah dideklarasikan diharapkan menjadi dokumen akademik sebagai tawaran bagi umat Islam dan dunia dalam menghadapi dinamika kehidupan majemuk dan kompleks,” kata Wamenag Zainut. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wamenag Zainut Peringatkan Ormas Keagamaan: Ini Tahun Politik


Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler