Wapres Dukung Kenaikan Upah Minimum

Aksi Anarkis Buruh Ancam Investor Hengkang

Rabu, 07 November 2012 – 01:48 WIB
JAKARTA - Dilema buruh yang akhir-akhir ini menuntut adanya kenaikan upah, direspon positif oleh Pemerintah. Wakil Presiden Budiono menegaskan bahwa permintaan tenaga kerja kepada korporasi untuk pemenuhan kebutuhan hidup layak, merupakan suatu produk dalam proses demokratisasi. Lantaran itu, Pemerintah mengharapkan pengusaha untuk mempertimbangkan tuntutan tersebut.

Budiono menjelaskan, saat ini peningkatan kesejahteraan atas tenaga kerja merupakan salah satu prioritas Pemerintah. Lantaran itu, pihaknya meminta kerjasama yang baik antara korporasi dan tenaga kerja untuk membangun keseimbangan. Keseimbangan itu berarti adanya kesejahteraan perusahaan dan peningkatan kesejahteraan buruh.

"Lantaran itu, setiap ekses dalam bentuk intimidasi dan perilaku mengganggu, harus dihindari. Aturan hukum harus ditegakkan," ungkap Budiono saat membuka Indonesia Investment Summit di Ritz Carlton, Selasa (6/11).

Di samping kenaikan upah tenaga kerja, Budiono juga menyoroti kualitas sumber daya manusia di tanah air. Pihaknya mendorong adanya lembaga pelatihan tenaga kerja yang memadai, untuk mejadi kunci pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Jika tidak ada tenaga kerja yang memadai, ini akan jadi hambatan yang serius di masa depan," paparnya. Lantaran itu, untuk menciptakan tenaga kerja yang berkualitas, pihaknya tengah meninjau program pelatihan lewat kerjasama dengan sektor swasta.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Chatin Basri menambahkan, rencana kenaikan upah buruh sebesar 30-50 persen oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), diklaim tidak berdampak pada iklim investasi di Indonesia. "Persoalan naiknya upah minimum ini lebih berdampak kepada perusahaan di segmen menengah-kecil," ungkapnya.

Sebaliknya, menurut Chatib, investor besar dari perusahaan multinasional, seperti yang bergerak di sektor otomotif dan consumer produk, justru tidak mempermasalahkan kenaikan upah buruh. "Yang mereka (investor multinasional) tekankan justru jaminan kemanan. Selama ini keluhan investor lebih kepada sweeping dan aksi anarkis buruh," tegasnya.

Lantaran itu, tak jarang Chatib mendengar ada banyak investor yang bakal hengkang lantaran kurangnya jaminan keamanan di tanah air. "Apakah ada yang"withdraw"(menarik investasi), sejauh ini belum ada. Meski pernah dengar, tapi buktinya investasi masih tetap meningkat," terangnya.

Vice President Economics Research Non"Japan Asia The Royal Bank of Scotland Enrico Tanuwidjaja mengatakan, pihaknya mengharapkan polemik buruh ini tidak berkepanjangan. Apalagi, stabilitas dan kontribusi dari tenaga kerja itu sangatlah penting. "Korporasi dan pekerja itu perlu kerjasama yang baik. Jika pemerintah cekatan dalam meng-handle"demonstran, semoga tidak berkepanjangan. Karena investor bisa risau," ungkapnya.

Enrico menambahkan upaya mogok buruh sebenarnya tak hanya terjadi di Indonesia. Beberapa Negara yang kerap terjadi aksi mogok buruh, ungkap Enrico, di antaranya Jerman dan India.

Lantaran itu, untuk menyikapi hal ini, komunikasi yang jelas dari pihak korporasi, serta campur tangan pemerintah sangat diperlukan. "Saya rasa, selama bisa di-handle dan tidak jadi panjang, tidak masalah," tuturnya. (gal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Blok Mahakam Sumbang Pajak US$83 Miliar

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler