jpnn.com, LEBAK - Masyarakat Badui yang tinggal di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten hingga kini terus menyatakan komitmennya untuk menjaga kawasan hutan dan alam agar tetap lestari dan hijau sehingga memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup manusia.
"Kami sebagai warga Badui Luar memiliki kewajiban untuk melestarikan dan menjaga hutan dan alam agar tidak menimbulkan kerusakan," kata Kudil (40) warga Kadu Ketug, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Minggu.
BACA JUGA: Puluhan Rumah Suku Badui Terbakar
Ia mengatakan, warga Badui hingga kini tetap menjaga dan melestarikan kawasan hutan adat dan alam agar tidak menimbulkan kerusakan.
Apabila kawasan hutan dan alam tersebut terjadi kerusakan, kata dia, dipastikan akan berpotensi mengakibatkan bencana alam seperti banjir, longsor, dan pemanasan global.
BACA JUGA: Ritual Adat Suku Badui, Ungkap Peringatan dari Leluhur
Oleh karena itu, masyarakat Badui memiliki sebuah larangan adat yang menjadi pedoman yakni "lojor teu meunang dipotong" (panjang tidak boleh dipotong) dan "pondok teu meunang disambung" (pendek tidak boleh disambung).
Sebab, kata dia, hutan memberikan manfaat cukup besar bagi keberlangsungan hidup manusia,terlebih hutan di Badui menjadikan kawasan hulu di Provinsi Banten.
"Semua warga Badui yang tinggal di kawasan tanah hak ulayat sangat mematuhi adat larangan perusak hutan dan alam," katanya.
Menurut dia, masyarakat Badui di era globalisasi juga menolak kehidupan modernisasi, sehingga di tanah hak ulayat Badui tidak ditemukan jalan aspal, jaringan listrik, kendaraan maupun elektronika.
Permukiman Badui hingga kini tetap konsisten mempertahankan adat, sehingga pemerintah dan masyarakat juga harus melindungi aturan adat tersebut.
Bahkan, aturan adat masyarakat Badui juga tidak bertentangan dengan peraturan hukum negara.
Karena itu, wisatawan domestik maupun wisatawan asing jika berkunjung ke tanah hak ulayat Badui agar menggunakan pakaian yang sopan dan tidak seronok dan seksi.
"Kami sangat prihatin terkadang wisatawan domestik itu menggunakan pakaian yang seksi dan vulgar juga rambutnya berwarna kuning," kata Kudil.
Warga Badui lainnya, Santa (50) mengatakan masyarakat Badui tentu berkomitmen dan konsisten untuk menjaga dan melestarikan kawasan hutan adat dan alam.
Ia menegaskan, pelestarian hutan dan alam dapat menghindari daerah ini dari segala bencana alam, seperti banjir bandang dan longsor.
"Kami tetap mengawasi hutan adat dan alam agar tidak terjadi penebangan liar yang dilakukan masyarakat luar kawasan Badui," kata Santa.
Sementara itu, Saija, seorang tokoh Badui yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak mengatakan saat ini kawasan hak adat ulayat Badui seluas 5.101,85 hektare.
Di antaranya seluas 3.000 hektare berada kawasan hutan lindung dan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan penggarapan pertanian.
Selama ini, kondisi hutan lindung yang ada di kawasan hak tanah ulayat berjalan baik dan hijau, karena sudah tidak ditemukan lagi pelaku penebangan liar.
Masyarakat Badui memiliki kewajiban untuk menjaga pelestarian lingkungan sebagai amanat adat untuk keseimbangan ekosistem alam juga kelangsungan hidup manusia.
"Kami melarang hutan lindung digarap pertanian karena kahwatir menimbulkan kerusakan hutan dan lahan," kata Saija. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti