jpnn.com, ROMA - Pemerintah Italia mengizinkan 4,5 juta warganya kembali bekerja mulai Senin (4/5), setelah dua bulan berada di rumah untuk mencegah penyebaran wabah virus corona baru COVID-19.
Begitu aturan karantina dicabut, dengungan mobil, bus, dan sepeda motor menunjukkan peningkatan perjalanan pagi hari.
BACA JUGA: Mendagri Tito Karnavian Beber Kekuatan dan Kelemahan Musuh Kita Saat Ini
Namun, lalu lintas masih terasa lebih lengang dibandingkan masa sebelum virus menyerang pada Februari.
Pemerintah telah memerintahkan pencabutan aturan secara bertahap dengan memberi lampu hijau kepada pabrik-pabrik untuk mulai kembali berproduksi.
BACA JUGA: Siswa SMA Masuk Sekolah Lagi 13 Mei, SMP Sepekan Kemudian
Selain itu, pemerintah telah membolehkan taman-taman dibuka kembali, sehingga memberi anak-anak kesempatan untuk berlarian, sementara kerabat dan keluarga dapat saling bertemu kembali.
Namun, warga tetap diharuskan untuk menjaga jarak dan sebagian besar toko masih tutup hingga 18 Mei.
BACA JUGA: Fakta Mengejutkan yang Harus Diketahui Warga Surabaya, Sidoarjo, Gresik
Restoran dan bar hanya dapat melayani pesan antar, sedangkan sekolah, bioskop, dan teater akan tetap tutup sampai waktu yang belum ditentukan.
Gianluca Martucci adalah salah satu dari sedikit orang yang bisa kembali bekerja sejak karantina nasional diberlakukan di Italia pada 12 Maret lalu.
"Sangat senang untuk kembali (bekerja), tetapi dunia telah benar-benar berubah," kata dia.
Perusahaan tempat dia bekerja biasanya menyelenggarakan pernikahan dan acara perusahaan, tetapi acara-acara itu sudah lama dibatalkan dan perusahaan menyesuaikan diri dengan menawarkan katering untuk dibawa pulang.
Meskipun senang bisa kembali berkecimpung dalam bisnis, Martucci cemas bahwa penularan virus mungkin akan terjadi lagi karena semakin banyak orang yang berbaur.
"Pemerintah sejauh ini sangat bijaksana, tetapi saya khawatir kita memulai terlalu dini. Saya tidak tahu apakah negara ini bisa selamat dari gelombang kedua (penyebaran virus corona)," ujar dia.
Dengan hampir 29.000 kematian akibat COVID-19 sejak wabahnya muncul pada 21 Februari, Italia memiliki jumlah korban tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat.
Selain itu, perhitungan kematian dan infeksi baru setiap hari telah melambat dari yang diperkirakan pemerintah dan mendorong Perdana Menteri Giuseppe Conte untuk mengadopsi pendekatan perlahan-perlahan untuk mengakhiri masa karantina, yang akan terus disesuaikan tergantung pada tren penularan.
"Kami masih dalam pergolakan penuh melawan pandemi," kata Conte dalam sebuah wawancara dengan surat kabar La Stampa pada Minggu (3/5), menekankan apa yang disebut "fase 2" dari karantina "tidak harus dilihat sebagai sinyal bahwa kita semua bebas".
Pelonggaran karantina telah dirusak oleh kurangnya kejelasan tentang apa tepatnya kegiatan yang diizinkan, dan bahkan rumah siapa saja yang dapat dikunjungi.
Kebingungan kemudian diperburuk oleh pedoman yang dikeluarkan oleh pemerintah selama akhir pekan, yang dengan cepat menjadi sasaran kecaman dan cemoohan yang meluas di media sosial.
Pedoman itu menjabarkan bahwa kunjungan bahkan ke kerabat jauh akan diizinkan, termasuk untuk menemui anak-anak sepupu, atau sepupu pasangan, serta kunjungan ke siapa pun yang memiliki "ikatan kasih sayang yang stabil".
Namun pedoman itu tidak menjelaskan apakah persahabatan dianggap sebagai ikatan kasih sayang yang stabil, sampai pesan yang seharusnya tidak dilaporkan ke media dari kantor perdana menteri menjelaskan bahwa kunjungan ke teman masih tidak diizinkan.
Conte mengatakan bahwa "fase 2" akan mencakup lebih banyak pengujian untuk melihat siapa yang terinfeksi virus, dengan 5 juta alat tes dikirim ke daerah dalam dua bulan ke depan.
Selain itu, mulai minggu ini sekitar 150.000 tes darah akan dilakukan untuk mengetahui berapa banyak orang Italia yang telah mengembangkan antibodi terhadap virus tersebut. (Reuters/antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo