KUPANG--Bantuan bibit jagung varietas lamuru yang diberikan Dinas Pertanian Provinsi NTT kepada kelompok tani di Kelurahan Naimata Kecamatan Maulafa rusak dan tidak tumbuh saat ditanam. Untuk menanam lahan mereka, warga terpaksa mengeluarkan uang untuk membeli bibit jagung pioner. Ada juga warga yang menggunakan bibit jagung lokal.
Geradus Atolo, ketua kelompok tani Merpati yang ditemui wartawan dikediamannya di RT 07/RW 03 Kelurahan Naimata, Kamis (14/3) petang menjelaskan, bibit jagung lebel biru dengan varietas lamuru yang dibagikan Dinas Pertanian Provinsi NTT melalui Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan Kota Kupang bulan November 2012 lalu saat ditanam tidak tumbuh.
"Waktu di tanam tidak tumbuh, jadi kita ganti dengan jagung lokal. Kemudian ada anggota kelompok tani yang beli bibit. Mereka beli bibit di toko karena kalau kita mau kasih tinggal lahan kosong, tidak bisa to. Jadi kita antisipasinya dengan beli bibit dan ganti dengan bibit lokal," ungkap Geradus.
Ia menjelaskan, kelompok tani di Kelurahan Naimata yang mendapat bantuan bibit jagung lamuru sebanyak delapan kelompok tani, dengan jumlah bibit yang bervariasi. Untuk kelompok tani Merpati yang terdiri dari 15 orang, mendapat 90 kg bibit jagung lamuru.
"Kami punya untuk kelompok Merpati ada 5 hektare. Lahannya terpisah-pisah. Kami tidak bagi per orang, hanya tidak bagi merata. Karena kami dapat 90 kilo, jadi awalnya dalam satu kemasan 10 kilo. Jadi yang sempat kami bagi itu 50 kilo untuk 15 orang. Tapi waktu tanam semuanya sama, tidak tumbuh. Ini yang kami terima dari kota, tetapi katanya yang menyalurkan dari provinsi. Ini jagung lamuru," jelasnya.
Geradus mengharapkan, tahun depan bibitnya diganti dengan varietas lain karena tahun lalu mereka juga diberikan bibit varietas lamuru dan tahun ini lamuru, namun bibit yang diberikan fufuk (rusak). "Yang kita harapkan, tahun depan bisa bibitnya diganti karena bibit sekarang lamuru jadi diganti dengan BISI 16 atau pioner juga baik, bibit yang unggul lah. Lamuru kita sudah pakai dua tahun. Tahun lalu juga lamuru, tahun ini lamuru, tapi yang tahun ini fufuk," ungkapnya kesal.
Geradus mengaku, setelah mengetahui bibit jagung yang ditanam fufuk dan tidak bisa tumbuh, pihaknya langsung melaporkan ke petugas penyuluh lapangan (PPL). Namun PPL tidak bisa berbuat banyak untuk mengganti bibit yang rusak. PPL berdalih kalau bibit yang dibagikan telah dikembalikan ke distributor. "Kita sampaikan ke PPL, tapi PPL bilang karena distribusinya dari bulan November, sedangkan kita tanam sekitar tanggal 10 Desember 2012, jadi untuk mengantisipasi itu sudah kirim kembali ke perusahan," jelasnya sembari mengaku, untuk menanam lahannya seluas 10 are, ia membeli bibit jagung pioner dengan harga Rp 60 ribu per kilogram. Ia membeli 2 kg untuk ditanami di lahannya.
Sementara, Lurah Naimata, Melianus Benggu yang dikonfirmasi mengenai keluhan kelompok tani mengakuinya. Ia menjelaskan, setelah mengetahui hal tersebut langsung turun ke lahan masyarakat untuk mengeceknya dan ternyata betul, jagung varietas lamuru yang ditanam warga tidak tumbuh.
"Saya turun ke kebun masyarakat dan ternyata memang jagung lamuru yang dibantu tidak bisa tumbuh dengan baik. Artinya, daya tumbuhnya sangat kecil. Sehingga tidak baik. Waktu itu saya sarankan, karena itu bantuan dan kita sudah terima, jadi kalau bisa kita cari bibit lokal supaya kita tanam. Kalau kita tidak tanam berarti kita lapar," ungkapnya.
Atas saran yang diberikan, warga mengikutinya dan saat ini jagung yang ditanam mengganti jagung lamuru yang rusak sudah tumbuh subur, bahkan ada yang sudah mengeluarkan buah dan sebentar lagi akan dipanen.
"Mereka pakai bibit lokal dan ada juga yang pakai pioner, tumbuhnya bagus. Warga beli sendiri bibit pioner," akunya.
Pantauan Timor Express, pada bungkusan luar kemasan jagung tertulis produksi "Sumber Sakti" Atambua berat 10 kg. Sementara, pada label birunya tertulis, produsen benih Petronela Funan alamat Atambua Kabupaten Belu dengan nomor induk: Jgb.QR/21.01.D jenis tanaman jagung, varietas lamuru, tanggal selesai uji 25 Oktober 2012 dan tanggal akhir label 25 April 2013. (ays)
Geradus Atolo, ketua kelompok tani Merpati yang ditemui wartawan dikediamannya di RT 07/RW 03 Kelurahan Naimata, Kamis (14/3) petang menjelaskan, bibit jagung lebel biru dengan varietas lamuru yang dibagikan Dinas Pertanian Provinsi NTT melalui Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan Kota Kupang bulan November 2012 lalu saat ditanam tidak tumbuh.
"Waktu di tanam tidak tumbuh, jadi kita ganti dengan jagung lokal. Kemudian ada anggota kelompok tani yang beli bibit. Mereka beli bibit di toko karena kalau kita mau kasih tinggal lahan kosong, tidak bisa to. Jadi kita antisipasinya dengan beli bibit dan ganti dengan bibit lokal," ungkap Geradus.
Ia menjelaskan, kelompok tani di Kelurahan Naimata yang mendapat bantuan bibit jagung lamuru sebanyak delapan kelompok tani, dengan jumlah bibit yang bervariasi. Untuk kelompok tani Merpati yang terdiri dari 15 orang, mendapat 90 kg bibit jagung lamuru.
"Kami punya untuk kelompok Merpati ada 5 hektare. Lahannya terpisah-pisah. Kami tidak bagi per orang, hanya tidak bagi merata. Karena kami dapat 90 kilo, jadi awalnya dalam satu kemasan 10 kilo. Jadi yang sempat kami bagi itu 50 kilo untuk 15 orang. Tapi waktu tanam semuanya sama, tidak tumbuh. Ini yang kami terima dari kota, tetapi katanya yang menyalurkan dari provinsi. Ini jagung lamuru," jelasnya.
Geradus mengharapkan, tahun depan bibitnya diganti dengan varietas lain karena tahun lalu mereka juga diberikan bibit varietas lamuru dan tahun ini lamuru, namun bibit yang diberikan fufuk (rusak). "Yang kita harapkan, tahun depan bisa bibitnya diganti karena bibit sekarang lamuru jadi diganti dengan BISI 16 atau pioner juga baik, bibit yang unggul lah. Lamuru kita sudah pakai dua tahun. Tahun lalu juga lamuru, tahun ini lamuru, tapi yang tahun ini fufuk," ungkapnya kesal.
Geradus mengaku, setelah mengetahui bibit jagung yang ditanam fufuk dan tidak bisa tumbuh, pihaknya langsung melaporkan ke petugas penyuluh lapangan (PPL). Namun PPL tidak bisa berbuat banyak untuk mengganti bibit yang rusak. PPL berdalih kalau bibit yang dibagikan telah dikembalikan ke distributor. "Kita sampaikan ke PPL, tapi PPL bilang karena distribusinya dari bulan November, sedangkan kita tanam sekitar tanggal 10 Desember 2012, jadi untuk mengantisipasi itu sudah kirim kembali ke perusahan," jelasnya sembari mengaku, untuk menanam lahannya seluas 10 are, ia membeli bibit jagung pioner dengan harga Rp 60 ribu per kilogram. Ia membeli 2 kg untuk ditanami di lahannya.
Sementara, Lurah Naimata, Melianus Benggu yang dikonfirmasi mengenai keluhan kelompok tani mengakuinya. Ia menjelaskan, setelah mengetahui hal tersebut langsung turun ke lahan masyarakat untuk mengeceknya dan ternyata betul, jagung varietas lamuru yang ditanam warga tidak tumbuh.
"Saya turun ke kebun masyarakat dan ternyata memang jagung lamuru yang dibantu tidak bisa tumbuh dengan baik. Artinya, daya tumbuhnya sangat kecil. Sehingga tidak baik. Waktu itu saya sarankan, karena itu bantuan dan kita sudah terima, jadi kalau bisa kita cari bibit lokal supaya kita tanam. Kalau kita tidak tanam berarti kita lapar," ungkapnya.
Atas saran yang diberikan, warga mengikutinya dan saat ini jagung yang ditanam mengganti jagung lamuru yang rusak sudah tumbuh subur, bahkan ada yang sudah mengeluarkan buah dan sebentar lagi akan dipanen.
"Mereka pakai bibit lokal dan ada juga yang pakai pioner, tumbuhnya bagus. Warga beli sendiri bibit pioner," akunya.
Pantauan Timor Express, pada bungkusan luar kemasan jagung tertulis produksi "Sumber Sakti" Atambua berat 10 kg. Sementara, pada label birunya tertulis, produsen benih Petronela Funan alamat Atambua Kabupaten Belu dengan nomor induk: Jgb.QR/21.01.D jenis tanaman jagung, varietas lamuru, tanggal selesai uji 25 Oktober 2012 dan tanggal akhir label 25 April 2013. (ays)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenhut Tak Akan Lepas Lahan Konservasi di Batam
Redaktur : Tim Redaksi