Menurut demonstran, sekian tahun dana bagi hasil migas dari pemerintah pusat ke daerah, tidak sedikitpun digunakan untuk membangun wilayah mereka yang merupakan daerah penghasil minyak dan gas, padahal kekayaan alam Seget berupa migas sudah dikelola silih berganti oleh berbagia perusahaan migas sejak puluhan tahun lalu hingga saat ini.
Dalam aksinya, masyarakat adat dari distrik Seget ini melengkapi diri dengan sejumlah spanduk dan pamphlet berisikan tuntutan dan aspirasi masyarakat yang disuarakan kepada wakil rakyat di DPRD Kabupaten Sorong, diantaranya ‘Kami masyarakat adat pemilik hak ulayat, meminta pemerintah Kabupaten Sorong dan DPRD Kabupaten Sorong mengembalikan 10 persen dari Rp 43.594.998.483 dana bagi hasil migas’, ‘Pemerintah Kabupaten Sorong menutup mata terhadap kami masyarakat pemilik hak ulayat tanah adat, kami hidup diatas kekayaan, tetapi kami miskin dan menderita selama 40 tahun’, ‘Kami generasi penerus bangsa ingin merasakan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan yang layak. Kembalikan 10 persen dari hasil migas kepada kami untuk melanjutkan pendidikan’, serta sejumlah aspirasi dan tuntutan lainnya.
Kordinator aksi, Seem Mugu, terlihat menitikkan air mata atas kenyataan yang dihadapi masyarakatnya yang susah dan kondisinya memprihatinkan, padahal dana bagi hasil migas terus mengaliar dari pemerintah pusat ke daerah, namun nyatanya kehidupan masyarakat di daerah Seget yang merupakan daerah penghasil migas, masih sangat memprihatikan.
Dalam orasinya, Seem Mugu sangat menyesalkan DBH Migas yang diterima pemerintah daerah Kabupaten Sorong tidak sedikitpun untuk membangun empat kampong yang ada di distrik Seget yakni Kampung Malabam, Kampung Rayas, Kampung Kasimle dan Tanjung Suka, padahal kampong-kampung ini sangat dekat dengan lokasi pengeboran minyak yang selama puluhan tahun sudah dikeruk hasilnya.
Dalam kesempatan ini, orator menyatakan, kewajiban perusahaan migas yang beroperasi di wilayah Seget sudah dilaksanakan dengan baik dan masyarakat tidak mempermasalahkannya, tetapi masyarakat menuntut kepada Pemerintah Kabupaten Sorong yang selama ini menerima Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dari pemerintah pusat. Massa mempertanyakan DBH yang diterima Pemda Kabupaten Sorong dikemanakan saja karena sampai saat ini tidak ada satupun fasilitas dibangun di empat kampong yang ada di Seget, kalaupun ada fasilitas umum yang dibangun, itu bukanlah dari dana bagi hasil migas. Demonstran menilai, tidak ada sepeserpun dana dari DBH Migas yang dikembalikan ke tanah mereka yang berlimpah hasil bumi yang sudah dikeruk selama ini.
Massa demonstran diterima Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Sorong, Adam Syatfle, didampingi Wakil Ketua II, Max Fonataba dan sejumlah wakil rakyat lainnya. Dalam kesempatan ini, masyarakat Seget menantang anggota DPRD Kabupaten Sorong menunjukkan bukti kalau ada pembangunan di empat kampong yang ada di Seget yang sumber dananya menggunakan DBH Migas, dan kalau perlu langsung turun lapangan menunjukkan bangunan yang dibangun menggunakan dana DBH Migas.
“Dari data pembangunan yang kami miliki, untuk kampung Malabam dibangun kantor desa yang dananya berasal dari dana bantuan sosial Papua Barat, pembangunan 12 unit rumah tahun 2009 dari dana Otsus, di Kasimle tahun 2009/2010 pembangunan rumah dari dana Otsus, kampung rayas tidak ada pembangunan dan di kampung Suka juga tidak ada. Yang jelas tidak ada pembangunan dari DBH Migas,” kata Sarah Kalasuat yang membacakan data pembangunan empat kampung di distrik Seget tersebut dihadapan wakil rakyat Kabupaten Sorong.
Lanjut Sarah mengatakan, sarana pendidikan dan kesehatan di empat kampong ini masih minim, demikian juga dengan beasiswa tidak ada yang sampai perguruan tinggi, yang ada hanya dari SD sampai SMP, sehingga tidak ada anak-anak dari Seget yang sekolah hingga perguruan tinggi. “Dimanakan DBH Migas itu,” tanya Sarah sembari melanjutkan, hal lain yang cukup memprihatinkan, masyarakat di empat kampong Seget hingga saat ini tidak menikmati listrik dan air bersih.
Sejumlah aspirasi dan tuntutan masyarakat adat Seget terkait dengan DBH Migas ini, selanjutnya diserahkan kepada wakil rakyat DPRD Kabupaten Sorong, serta meminta agar DPRD dan Bupati sebagai pengambil kebijakan, agar membuat aturan dalam bentuk Perda sehingga ada aturan jelas mengenai DBH untuk masyarakat yang memiliki hak ulayat di Seget.
Unsur pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Sorong yang menerima para demonstran ini, menyambut baik aspirasi dan tuntutan yang disampaikan masyarakat adat Seget ini, dan berjanji akan menindaklanjuti aspirasi tersebut dengan memanggil pihak eksekutif dan pihak perusahaan migas untuk membahas tuntutan dan aspirasi masyarakat ini. Pantauan koran ini, ratusan massa demonstran ini membubarkan diri dengan tertib sekitar pukul 13.00 WIT. Sejumlah demonstran yang juga melengkapi diri dengan tikar yang sedianya akan digunakan untuk bermalam di gedung rakyat Kabupaten Sorong bila aspirasinya tidak diindahkan, akhirnya tidak jadi bermalam di kantor DPRD.
Seem Mugu yang ditemui wartawan mengatakan, mengharapkan aspirasi pihaknya ini ditindaklanjuti, kalau tidak, akan dilakukan pemalangan sejumlah perusahaan Migas yang beroperasi di Seget. “Dana bagi hasil migas dari pusat ke daerah sangatlah jelas, perusahaan telah melaksanakan tugasnya dengan baik dengan membantu masyarakat dengan dana yang tersedia. Kalau pemerintah tidak mampu mengelola DBH Migas tersebut, lebih baik diserahkan kepada perusahaan sehingga pembangunan di kampung kami dapat lebih baik,” kata Seem Mugu. (rat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sungai Cisadane Sengaja Diracuni
Redaktur : Tim Redaksi