jpnn.com, MANILA - Laporan setebal 50 lembar itu akhirnya sampai juga ke Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda. Isinya, gugatan hukum terhadap Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Kemarin, Selasa (28/8), berkas penting yang mewakili suara delapan warga sipil tersebut disampaikan langsung oleh Neri Colmenares ke ICC.
BACA JUGA: Bengis ke Bandar Narkoba, Duterte Takut Melawan Tiongkok
Colmenares, pengacara HAM Filipina yang juga politikus dari Partai Bayan Muna, adalah kuasa hukum delapan penggugat Duterte. Delapan orang itu menyebut diri mereka sebagai korban kebrutalan sang presiden. Khususnya terkait dengan kebijakan antinarkoba yang diterapkan dengan sangat kaku oleh Duterte.
’’Tidak peduli berapa banyak jumlahnya, puluhan ribu atau 4.410. Tapi, fakta bahwa ada korban jiwa di sana bisa menjadi indikasi terjadinya kejahatan kemanusiaan,’’ papar Colmenares sebagaimana dilansir philstar.com kemarin.
BACA JUGA: Ngeri, Wali Kota Tewas Ditembak Sniper saat Upacara Bendera
Dia menuding Duterte telah sengaja melakukan kejahatan kemanusiaan. Sebab, Duterte membantai warganya sendiri yang diduga sebagai penjahat narkoba.
Gugatan yang kemarin masuk ICC itu merupakan gugatan kedua untuk Duterte. Sejak menjabat presiden, tokoh 73 tahun itu mendeklarasikan perang terhadap narkoba.
BACA JUGA: Duterte Tak Peduli Perasaan Keluarga Pengguna Narkoba
Sasarannya adalah para pengedar dan bandar narkoba. Sebuah kebijakan tegas yang layak diapresiasi, sebenarnya. Sayang, cara yang diterapkan Duterte untuk mencapai tujuannya terlalu ekstrem. Mereka yang terindikasi sebagai penjahat narkoba langsung dihabisi.
Human Rights Watch (HRW) menyatakan, jumlah korban tewas akibat kebijakan ekstrem Duterte itu mencapai 12 ribu jiwa. Laporan tersebut membuat presiden yang berstatus lajang itu banjir kritik dan kecaman. Namun, mantan wali kota Davao itu bergeming. Dia melanjutkan perang antinarkobanya.
Tahun lalu ICC juga menerima gugatan soal Duterte. Kala itu, Jude Sabio-lah yang memasukkan gugatan. Beberapa bulan kemudian, gugatan yang diajukan pengacara HAM Filipina tersebut dilengkapi oleh Antonio Trillanes dan Gary Alejano. Keduanya merupakan anggota kongres Filipina.
Sayang, saat ICC resmi memulai penyelidikan Februari lalu, Duterte menarik diri keanggotaan Filipina dari lembaga internasional tersebut. Dubes Filipina untuk PBB Teodoro Locsin menyatakan bahwa negaranya meninggalkan ICC. Dengan demikian, Filipina tak punya kewajiban lagi untuk merespons gugatan ICC.
Tetapi, kongres Filipina menyebut aksi Duterte ilegal. ’’Eksekutif tak punya dasar hukum untuk membawa suatu negara keluar dari ICC. Itu keputusan otoriter Duterte saja,’’ ujar Romel Bagares, pengacara Filipina, sebagaimana dikutip ABS-CBN. (bil/c5/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perempuan Filipina Muak dengan Kelakuan Cabul Duterte
Redaktur & Reporter : Adil