Warga keturunan Asia, termasuk asal Indonesia, perlu waspada kemungkinan dampak kesehatan karena adanya badai asma di tengah musim semi menjelang musim panas di Australia seperti sekarang ini.

Peringatan mengenai kemungkinan adanya badai asma atau 'thunderstorm asthma' telah dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan negara bagian Victoria terhadap beberapa kawasan hari Rabu dan Kamis pekan ini.

BACA JUGA: Perusahaan Australia Kembangkan Susu Formula Bayi dari Unta Liar

Disarankan mereka yang sudah memiliki riwayat penyakit asma untuk tidak keluar rumah ketika terjadi perubahan cuaca, saat badai angin kencang dan hujan turun setelah suhu tinggi.

Peringatan mengenai kemungkinan adanya badai asma semakin sering dilakukan dalam beberapa tahun terakhir di Australia, menyusul badai asma yang terjadi di Melbourne yang menyebabkan 10 orang meninggal.

BACA JUGA: Apa Tujuan Hermès Menguasai Peternakan Buaya Terbesar di Australia?

Ketika itu, tepatnya 21 November 2016, tiupan angin kencang yang kemudian disertai hujan menciptakan udara yang penuh dengan serbuk rumput atau 'pollen' yang menyebabkan banyak orang mengalami serangan asma. Photo: Putri Suci Ramadhany teratur menyebarkan informasi mengenai asma dan kemungkinan terjadinya Badai Asma di Melbourne. (Foto: Facebook)

 

BACA JUGA: Amerika Serikat Akan Distribusikan Vaksin COVID-19 Buatan Pfizer Bulan Desember

Warga keturunan Asia Tenggara banyak terdampak

Badai asma itu membuat 3.500 orang meminta pertolongan ke rumah sakit sehingga Ambulans Victoria mengaku kewalahan melayani warga.

Putri Suci Ramadhany adalah seorang dokter lulusan Universitas Indonesia dan sekarang melanjutkan pendidikan doktoral di Monash University Melbourne.

Putri selama dua tahun terakhir kerap kali membuat unggahan di grup komunitas warga Indonesia di Facebook bernama Indomelb menjelaskan dan memberikan peringatan mengenai kemungkinan adanya badai asma tersebut.

Dalam percakapan dengan wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya, Putri mengatakan dari 3.500 orang yang membutuhkan pertolongan di tahun 2016, sebagian besar diantaranya adalah warga keturunan Asia Tenggara dan India.

"Dari jurnal yang saya baca, ada sekitar 1.500 orang yang dihubungi untuk diketahui identitas mereka dan setelah mereka yang berasal dari Eropa (Kaukasia), kelompok kedua terbesar adalah asal Asia Tenggara dan India," kata Putri.

Tidak ada rincian mengenai mengapa yang mengalami serangan asma di Badai Asma tahun 2016 berasal dari Asia, namun diperkirakan faktor lingkungan dan keturunan berperan di dalamnya. Photo: Putri Sucy Ramadhany sekarang sedang melanjutkan pendidikan doktoral di Monash University Melbourne (Foto: Supplied)

  Bagaimana badai asma terjadi?

Di negeri empat musim seperti Australia, tanaman termasuk rumput akan tumbuh dan bermekaran di musim semi, karena cuaca yang lebih hangat.

Di saat seperti inilah, serbuk-serbuk dari tanaman semakin banyak di udara.

Bagi sebagian orang, serbuk itu bisa masuk ke dalam sistem saluran pernapasan dan menimbulkan alergi, kondisi yang disebut 'hay fever'.

"Dalam kondisi biasa, pollen itu ukurannya 35 micrometer, sehingga biasanya polen itu hanya masuk ke saluran pernapasan bagian atas, sehingga timbul gejala seperti hidung mampet," kata Putri Ramadhany.

Namun ketika terjadi badai, saat angin bertiup kencang dan kemudian hujan, maka serbuk-serbuk itu pecah menjadi partikel lebih kecil dan dapat dibawa angin dalam jarak yanng jauh.

"Dalam penelitian disebutkan karena angin, partikel itu bisa pecah menjadi 2,5 micrometer dan kemudian masuk ke saluran pernapasan bawah sehingga memacu asma," jelas Putri.

Saat badai asma di tahun 2016, tidak ada peringatan sama sekali bagi mereka yang berada di luar rumah atau tidak membawa obat untuk meredakan serangan asma, karenanya banyak yang meminta pertolongan segera.

"Memang mereka yang beresiko terkena asma ketika adanya Badai ini adalah mereka yang sudah terkena hay fever, walau sebelumnya mereka mungkin tidak pernah mengalami asma," kata Putri lagi merujuk kepada berbagai penelitian yang dibacanya. Cara menghindari dampak badai asma

Puncak musim polen di Australia terjadi antara bulan November sampai dengan Desember.

"Tergantung pada kadar polen rumput dan faktor cuaca seperti kecepatan angin dan kelembaban udara," kata Putri yang juga adalah peneliti di Monash Medical Center tersebut.

Oleh karena itu, menurut Putri, sebaiknya selama musim semi dan musim panas bila ingin berkegiatan di luar rumah di Australia, hal yang perlu dilakukan antara lain mengecek kadar polen dan ramalan cuaca setiap hari.

"Kalau penderita asma, pastikan tindakan yang dilakukan sudah diketahui dan selalu membawa ventoli,"

"Juga hindari aktivitas di luar ruangan sebelum dan saat badai khususnya saat angin kencang yang datang sebelum hujan.

"Tetap berada di dalam ruangan gedung, rumah atau mobil. Tutup jendela dan nyalakan AC." kata Putri.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Foto dari Abad 19 Buktikan Kuatnya Hubungan Orang Makassar dengan Aborigin

Berita Terkait