Warga Keluhkan Pelayanan Disdukcapil Depok Lelet

Selasa, 29 April 2014 – 01:21 WIB

jpnn.com - DEPOK – Sejumlah warga mengeluhkan pelayanan pembuatan akte kelahiran di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Depok. Selain persyaratan yang kerap menyulitkan masyarakat, pembuatan akte yang biasanya selesai dalam satu hari, kini bisa melebihi tiga hari.

 

Salah satu pengurus akte kelahiran, Marsiti (52) mengaku, harus menunggu empat hari untuk mendapatkan dua akte lahir anaknya tersebut di Disdukcapil. Penyebabnya, syarat harus membawa dua saksi yang mengetahui kelahiran anaknya itu harus dihadirkan. Diikuti dengan melegalisir fotokopi KTP ke kantor kecamatan. Serta, melegalisir surat nikah ke KUA dan Kartu Keluarga (KK) ke kelurahan setempat.

BACA JUGA: Baru Bekerja jadi PRT, Sikat Harta Warga Australia

”Jadi susah sekali mengurus akte kelahiran. Saya harus bawa saksi ke Disdukcapil biar persayaratannya komplit, kalau tidak berkas pengajuan akte akan ditahan dan tidak diproses. Yang pasti peraturan baru ini dibuat untuk memperlambat pengurusan akte,” ungkapnya kepada INDOPOS (grup JPNN), saat ditemui diruang tunggu Disdukcapil, Senin (28/4).

BACA JUGA: Pemprov DKI Lelang Pengadaan Bus Transjakarta Senilai Rp 1,7 Miliar

Sebelum ada peraturan baru itu, lanjut Marsiti, pembuatan akte kelahiran itu sangat mudah dan cepat. Hanya dengan menyertakan surat nikah dan KK, serta surat keterangan dari bidan tempat melahirkan. Namun, belakangan kebijakan baru menggunakan saksi sebagai syarat mutlak memunculkan kesulitan dalam pengurusan akte.

”Yang saya bingung kenapa syaratnya saksi, sudah jelas ada surat keterangan dari bidan atau puskesmas. Lagi pula telah ada surat nikah dan itu sudah sah anak kandung,” jelas warga Jalan Rawa Kalong, RT02/04, Keluarahan Cipayung Jaya tersebut.

BACA JUGA: Pedagang Pasar Senen Ikut Selidiki Penyebab Kebakaran

Hal senada juga diungkan, Nita Auliah, 56. Ia mengatakan, adanya peraturan baru itu membuat dirinya kewalahan dan tidak bisa mengurus akte lahir. Sebab, saksi yang mengetahui kelahiran anaknya itu tidak ada. Karena saat melahirkan anak pertama dan kedua dibantu oleh dukun beranak. Apalagi, surat keterangan melahirkan pun dari klinik atau bidan tidak bisa dilakukan.

”Dukun beranaknya sudah pindah, yang ada saksinya hanya suami. Nah, sekarang suami tidak bisa jadi saksi dan harus orang lain. Sampai sekarang anak saya tidak punya akte lahir. Tidak tahu lagi mau ngadu kemana lagi, yang ada sekarang pasrah saja,” ujar warga kurang mampu yang berdomisili di Jalan Muchtar, Kelurahan Sawangan, Kecamatan Sawangan.

Menanggapi kelurahan warga itu, Kepala Disdukcapil Kota Depok Mulyamto mengklaim, tidak ada aturan baru karena semua persyaratan yang ada merupakan format dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Mengenai keberadaan saksi yang dikeluhkan, dia mengaku, sebenarnya aturan itu diperketat lagi karena selama ini banyak yang data fiktif. Itu guna mengantisipasi agar seorang anak tidak salah digunakan oleh sekelompok orang.

Namun, dirinya tak bisa mendetail berapa data fiktif yang dimiliki karena biasanya orang yang ketahuan akan menghilang begitu saja. ”Soal mereka membayar saat legalisir itu urusan mereka, kenapa mau bayar. Kan dalam aturan legalisir tidak dibayar. Selama ini kan banyak yang fiktif," tuturnya.

Pengetatan saksi 2 orang itu, sambung Mulyamto, juga sebagai langkah antispasi pasca keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan urusan akte hanya diurus di dinas terkait. Soalnya, selama ini kalau ada yang mengajukan akte setelah anak berumur lebih dari 1 tahun, maka akan diserahkan ke pengadilan.

Di tempat itu semua saksi harus ada dan ditanyakan sedetail-detailnya kepada pengurus Mulyamto menolak jika dikatakan Depok seharusnya mengikuti aturan daerah lain yang sistem pembuatannya mudah, seperti DKI Jakarta. Menurutnya, masalah pembuatan akta kelahiran diseluruh Indonesia sama saja, tak terkecuali DKI Jakarta dan Depok.

Untuk masalah biaya kata Mulyamto, tak ada biaya untuk yang berumur di bawah 60 hari. Sementara yang di atas 60 hari dan seterusnya hanya membayar denda Rp50 ribu. Aturan itu sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2006, serta Perda Nomor 8 Tahun 2012 Tentang administrasi kependudukan.(cok)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Heran, Pelaku Sodomi di JIS Berkelompok


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler