jpnn.com, SEOUL - Umumnya, orang dewasa menghilangkan penat dengan pergi bertamasya. Tapi, sejak 2008, para pekerja dan pengusaha Korea Selatan (Korsel) justru pergi ke penjara untuk melepaskan diri dari rutinitas atau tekanan.
Park Hye-ri menerima sertifikatnya dengan semringah. Di kertas itu tertulis frasa bebas bersyarat. Ya, dia menuntaskan "hukuman"-nya pada Minggu (11/11).
BACA JUGA: Wow, Kim Jong-un Dapat Hadiah Seberat 200 Ton dari Korsel
Kini dia menjadi orang bebas. Tapi, sejatinya, kebebasan itu justru dia dapatkan saat "mendekam" di penjara. Di dalam "sel"-nya, dia menemukan kembali semangat dan gairah hidup.
"Penjara ini membuat saya memperoleh kebebasan saya kembali," ujar Park kepada Reuters.
BACA JUGA: Megawati Ajak Bangsa Asia Damaikan Semenanjung Korea
Tentu saja, perempuan 28 tahun itu tidak benar-benar dipenjara. Dia masuk penjara dengan sengaja. Dia menyewa satu kamar di Prison Inside Me. Itu merupakan penjara bohongan di kawasan timur laut Hongcheon yang memang disewakan untuk umum.
Daya tarik utama Prison Inside Me, sebagaimana kata Park, memang kebebasan. Uniknya, kebebasan itu diperoleh saat para tamu terpenjara di dalam sel. Selama menginap di penjara yang biaya sewa per harinya berkisar USD 90 atau setara Rp 1,3 juta itu, para tamu juga tidak bisa berkomunikasi dengan dunia luar. Telepon genggam mereka disita.
BACA JUGA: Wamil Korsel Kini Tak Wajib Lagi
Jangankan berhubungan dengan orang-orang di luar penjara, berbicara dengan sesama tamu pun tidak diperkenankan. Tamu-tamu Prison Inside Me benar-benar dipaksa tenang. Hanya berkomunikasi dengan diri mereka sendiri. Dalam keheningan itulah mereka menemukan kembali jati diri mereka. Juga, semangat serta gairah hidup.
Karena itu, wajar jika wajah Park berseri-seri pada hari terakhirnya di Prison Inside Me. Itu jauh berbeda dengan penampilannya saat masuk kompleks penjara tersebut. Ketika itu, dia terlihat kusut. Kelelahan tergambar jelas pada wajah cantiknya.
"Saya terlalu sibuk," ucap Park saat dijumpai di dalam selnya.
Luas ruangan tersebut tidak lebih dari 5 meter persegi. Tapi, itu lebih dari cukup sebagai tempat Park menanggalkan beban pekerjaannya. Dia memilih masuk Prison Inside Me saat tugas kantor sedang banyak-banyaknya. Sebab, jika dia memaksakan diri, tugas-tugas itu justru tidak akan pernah bisa diselesaikan.
Prison Inside Me mengadopsi konsep penjara dengan serius. Selain aturan ketat soal komunikasi, para tamu wajib memakai baju tahanan. Ada kamar mandi kecil di dalam kamar. Tapi, tidak ada cermin di sana. Sebagai alas tidur, pengelola penjara jadi-jadian itu hanya menyediakan karpet yoga.
Di dalam sel, ada alat penyeduh teh, pulpen, serta buku. Para tamu masih bisa minum teh hangat saat menikmati me time mereka yang bisa berlaku sepanjang hari. Untuk makanan, Prison Inside Me juga menyajikan menu ala penjara. Sangat sederhana. Bubur untuk sarapan dan ubi kukus serta shake pisang untuk makan malam.
Total, ada 28 kamar yang disewakan untuk umum di fasilitas yang berdiri sejak 2008 tersebut. Rata-rata, tamu menginap selama satu hari sampai sepekan. Selama 2013 sampai sekarang, sedikitnya 2 ribu orang tercatat sebagai tamu di Prison Inside Me. Mayoritas adalah pekerja kantoran dan pelajar.
Salah satu penggagas Prison Inside Me, Noh Ji-hyang, mengungkapkan, ide memenjarakan individu-individu stres itu lahir dari pengalaman pribadi sang suami, Kwon Yong-seok. Kwon dulu berprofesi jaksa. Dalam sepekan, dia bekerja selama 100 jam atau sekitar 16 jam dalam sehari.
Meski lelah secara fisik, Kwon tidak mau meninggalkan pekerjaannya. Karena itu, Noh lantas beraksi. Dia memenjarakan sang suami. Selama sepekan, Kwon dikurung di kamar. Tidak ada rokok, minuman keras dan telepon genggam. Setelah sepekan berlalu, Kwon bagai lahir kembali. "Begitulah ide Prison Inside Me muncul," tegas Kwon.
Kini, para tamu Prison Inside Me mengalami sendiri yang Kwon rasakan. Bagi mereka, penjara yang sesungguhnya justru ada di luar Prison Inside Me. Yakni, kehidupan mereka sehari-hari. (sha/c5/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DMZ Korea Berubah Jadi Zona Damai
Redaktur & Reporter : Adil