Karenanya, warga yang tergabung dalam Forum Perduli Lingkungan Lenteng Agung (FPL-LA) mengadu ke kantor LBH di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (21/11). Koordinator FPL-LA, Bisri Mustofa, mengungkapkan, warga sebenarnya sudah berkali-kali menyampaikan keluhan ke pihak pengembang. Hanya saja, keluhan warga tak digubris.
"Kami sering menyampaikan keluhan yang terjadi seperti banjir, getaran, berisik, namun tidak ada jawaban yang jelas dari pihak pengembang. Apalagi pekerjaan dalam proyek itu kadang dilakukan dari pagi hingga tengah malam, bahkan hingga dini hari," keluh Bisri dalam konferensi pers di Kantor LBH.
Dipaparkannya, apartemen LA City yang merupakan salah satu program proyek 1000 tower Rusunami itu dibangun di atas lahan berupa kolam dan kebun yang dulunya berfungsi sebagai daerah resapan air. Namun pascapengurukan tanah untuk persiapan pembangunan, lahan untuk apartemen itu tidak bisa lagi menyerap air hujan sehingga membajiri pemukiman warga.
Tak hanya itu, Bisri juga mengeluhkan semakin banyak warga yang kesulitan mendapat air sumur. Sejak proyek apartemen dimulai, katanya, persediaan air tanah warga menipis.
"Belum lagi suara dan getaran yang ditimbukan oleh penggunaan alat-alat berat di lokasi proyek itu sudah sangat mengganggu. Warga merasa terancam keselamatannya karena tidak adanya batas aman antara bangunan pembatas apartemen dengan pemukiman warga. Crane yang yang digunakan melintasi atap pemukiman warga," bebernya.
Perwakilan Walhi Jakarta, Maun Kusnandar menambahkan, pihaknya sempat mempertanyakan kepemilikan AMDAL kepada pihak pengembang. Namun, dalam surat balasan kepada Walhi, pengembang hanya mengaku memiliki Kerangka Acuan (KA) AMDAL yang berarti mengindikasikan tidak adanya rekomendasi AMDAL dari BPLHD DKI Jakarta. Padahal, lanjut dia, salah satu syarat pembangunan apartemen seperti diatur UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun adalah masalah ekologis.
"Namun yang cukup aneh, dalam surat tersebut pihak pengembang sudah mengklain sudah punya izin mendirikan bangunan (IMB), padahal IMB baru bisa keluar setelah pengembang memiliki AMDAL," kata dia.
Sementara pengacara publik dari LBH Jakarta, Handika Febrian, menyatakan, keluarnya IMB tanpa AMDAL merupakan tindak pidana lingkungan. Handika merujuk pada ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. "Bukan tidak mungkin terdapat pelanggaran hukum pidana lingkungan karena gubernur tetap mengeluarkan IMB untuk pembangunan Apartemen LA City walaupun belum ada AMDAL," ujar Handika.
Oleh karena itu, LBH Jakarta, Walhi Jakarta, dan FPL-LA mendesak BPLHD DKI Jakarta menginvestigasi dan melakukan pemantauan terhadap proyek pembangunan apartemen yang tak jauh dari Stasiun Lenteng Agung itu. "Kami juga minta Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mencabut SK IMB yang tidak didahului rekomendasi AMDAL," pungkas Handika.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Ditawari Jadi Orang Betawi
Redaktur : Tim Redaksi