Warga Pantai Barat "Kuasai" DPRK

Jumat, 05 April 2013 – 07:07 WIB
MEULABOH - Ribuan masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Barat Selatan(GMMB), Kamis (4/4) siang, menggelar demonstrasi di bundaran Simpang Pelor, kota Meulaboh. Selain itu, mereka juga "menguasai" kantor DPRK setempat, demi menyampaikan point-point tuntutannya.

Massa meneriakan yel-yel “NKRI” sambil meminta Pemerintah pusat agar tidak menerima Qanun Lambang dan  bendera yang sudah disahkan oleh DPR Aceh, beberapa pekan lalu.

“Lambang dan bendera Aceh itu bukan kepentingan Rakyat Aceh, tapi kepentingan kelompok,” teriak koordinator aksi Taufik, dalam berorasi.

Demo ini, dituturkan massa, sebagai bentuk mosi tak percaya kepada DPR Aceh yang bekerja tanpa memikirkan aspirasi mayoritas masyarakat Aceh. Taufik, menyampaikan enam tuntutan, yakni, meminta Mendagri mengantikan seluruh anggota partai nasional (parnas) di DPRA, karena dinilai  tidak nasionalisme.

Meminta anggota Parnas di DPRA mengundurkan diri karena sudah melangar sumpah dari konstitusinya.  Meminta elit politik di Aceh tidak membangun identitas politik baru yang bertentangan dengan NKRI, DPRA yang sudah ikut mengesahkan qanun Bendera dan lambang Aceh harus mundur karena sudah mengkhianati rakyat Aceh.

Mengutuk anggota DPRA yang sengaja membuat Aceh semakin tidak kondusif. Dan dengan tegas meminta pemisahan dari Provinsi Aceh menjadi Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS).”Qanun lambang dan bendera itu, harus diuji publik terlebih dahulu, dengan mengambil masukan dari seluruh elemen masyarakat Aceh. Apa berani?,” tantang Taufik.

Sedangkan seorang politisi partai demokrat Aceh Barat, Herman Abdulah, usai merespon tuntutan massa, menyarankan agar DPR Aceh untuk merevisi pasal 4 dan 17 pada Qanun (peraturan daerah) Nomor 3/2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh, agar dapat tertampung semua masukan dari lini masyarakat Provinsi ujung pantai barat Indonesia itu.

"Bendera dan lambang Aceh harus diubah. Jangan yang sekarang inilah. Tolong tampung semua masukan dari lini masyarakat di Aceh,"kata Herman, yang juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Aceh Barat.

Herman juga menilai, jika corak bendera Aceh saat ini hanya menampung aspirasi satu kelompok, sementara masih ada kelompok lain yang menolak, dan kelompok tersebut juga masyarakat Aceh.

Herman Abdulah yang juga wakil ketua DPRK Aceh Barat ini, menyebutkan baik lahirnya qanun Nomor 3/2013 merupakan implementasi kesepakatan damai NKRI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang tertuang dalam MoU Helsinky, Firlandia pada 2005.

"Meskipun telah dalam MoU, tetapikan perwujudannya harus dapat diterima oleh semua pihak, tidak boleh hanya satu kelompok saja," tegasnya. (den)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Komisioner KPU Sumut Diizinkan Mundur demi Kursi Caleg

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler