SEMUA pihak menyesalkan tewasnya Kapolsek Dolok Perdamean, Simalungun, AKP Andar Siahaan, akibat dianiaya massa saat melakukan peggrebekan judi togel.
Namun menurut pengamat kepolisian Prof Dr Bambang Widodo Umar, M.Si, dalam kasus ini pihak kepolisian memang melakukan kesalahan fatal yang berakibat buruk itu.
Menurut lulusan Akabri Kepolisian 1971 itu, peristiwa tragis ini lantaran polisi tidak mempelajari situasi secara matang sebelum penggrebekan dilakukan.
Guru besar Universitas Indonesia dan menjadi dosen di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu menduga, AKP Andar bersama ketiga anak buahnya langsung bergerak ke lokasi begitu mendapat informasi adanya judi togel.
Berikut wawancara wartawan JPNN, Soetomo Samsu, dengan pria asal Ngawi, Jawa Timur, itu, Sabtu (30/3).
Bagaimana Anda melihat kasus tewasnya Kapolsek Dolok Pardamean?
Memang kalau kita analisa, itu kesalahan ada pada kepolisian. Mestinya, begitu mendapat informasi awal, dilakukan check and recheck bagaimana situasi di lokasi. Tidak boleh gegabah dan emosional, begitu mendapat informasi awal langsung bergerak.
Menurut Anda, dalam kasus ini polisi belum melakukan itu?
Data awal harus benar-benar akurat sebelum melakukan penggrebekan. Mempelajari situasi sebelum melakukan penggrebekan itu penting, baik untuk kasus-kasus besar maupun kasus kecil semacam judi togel.
Mestinya seperti apa?
Misal sudah tercium di lokasi banyak warga yang terindikasi akan melakukan perlawanan, polisi harus datang ke lokasi dengan kekuatan yang besar. Kalau di lokasi sudah ada massa, maka penggrebekan harus mengerahkan kekuatan tiga kali lipat. Itu prosedur.
Atau barangkali ditunda saja?
Ya, itu opsi kedua, jika situasi di lokasi belum memungkinkan dilakukan penggrebekan, maka rencana penggrebekan harus ditunda saja. Kalau berdasar analisis tidak kondusif, maka batalkan saja, tunggu lain waktu.
Bagaimana dengan senjata api yang digunakan?
Masalah peralatan yang dibawa polisi, juga harus disesuaikan dengan situasi di lapangan. Tidak boleh hanya membawa mobil dinas dan senjata seadanya. Polisi, sebelum bergerak melakukan penggrebekan, harus melalui tahapan-tahapan. Segala kemungkinan yang bakal terjadi, harus bisa diantisipasi. Apalagi malam hari.
Bagaimana dari sisi masyarakatnya sendiri, yang melakukan aksi anarkis?
Memang juga ada faktor eksternal yang memicu aksi anarkis massa. Dalam beberapa tahun belakangan, aksi amuk massa yang marah kepada polisi, sudah sering terjadi. Kantor polisi dibakar, pos polisi dibakar. Jadi memang sudah ada kecenderungan antipati warga kepada polisi.
Apa penyebabnya?
Masyarakat sudah sakit hati kepada polisi. Dari hal-hal sepele, seperti polisi lalu lintas yang langsung menilang warga di jalanan. Warga merasa hukuman yang diterima tak sebanding. Mestinya, kalau melanggar di jalan, ditegur dulu lah. Ini membikin masyarakat sakit hati kepada polisi. Yang di jalan-jalan itu masyarakat kelas bawah.
Apa yang mestinya dilakukan polisi ke depan?
Kapolri harus instropeksi, melakukan evaluasi menyeluruh kepada jajarannya. Baik menyangkut aspek mental maupun profesionalisme dalam menjalankan tugas. Pengawasan kepada seluruh jajarannya harus diperketat. Selama ini pengawasannya lemah. Memang ada Irwasum, ada Propam, tapi masih lemah.
Kompolnas bagaimana peran pengawasannya?
Memang ada Kompolnas yang berperan sebagai pengawas eksternal. Namun Kompolnas perannya juga sulit diharapkan bisa mengawasi kepolisian secara obyektif. Kompolnas sekarang melekat ke kepolisian. Jadi sudah subyektif, tidak bisa obyektif. ****
Namun menurut pengamat kepolisian Prof Dr Bambang Widodo Umar, M.Si, dalam kasus ini pihak kepolisian memang melakukan kesalahan fatal yang berakibat buruk itu.
Menurut lulusan Akabri Kepolisian 1971 itu, peristiwa tragis ini lantaran polisi tidak mempelajari situasi secara matang sebelum penggrebekan dilakukan.
Guru besar Universitas Indonesia dan menjadi dosen di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu menduga, AKP Andar bersama ketiga anak buahnya langsung bergerak ke lokasi begitu mendapat informasi adanya judi togel.
Berikut wawancara wartawan JPNN, Soetomo Samsu, dengan pria asal Ngawi, Jawa Timur, itu, Sabtu (30/3).
Bagaimana Anda melihat kasus tewasnya Kapolsek Dolok Pardamean?
Memang kalau kita analisa, itu kesalahan ada pada kepolisian. Mestinya, begitu mendapat informasi awal, dilakukan check and recheck bagaimana situasi di lokasi. Tidak boleh gegabah dan emosional, begitu mendapat informasi awal langsung bergerak.
Menurut Anda, dalam kasus ini polisi belum melakukan itu?
Data awal harus benar-benar akurat sebelum melakukan penggrebekan. Mempelajari situasi sebelum melakukan penggrebekan itu penting, baik untuk kasus-kasus besar maupun kasus kecil semacam judi togel.
Mestinya seperti apa?
Misal sudah tercium di lokasi banyak warga yang terindikasi akan melakukan perlawanan, polisi harus datang ke lokasi dengan kekuatan yang besar. Kalau di lokasi sudah ada massa, maka penggrebekan harus mengerahkan kekuatan tiga kali lipat. Itu prosedur.
Atau barangkali ditunda saja?
Ya, itu opsi kedua, jika situasi di lokasi belum memungkinkan dilakukan penggrebekan, maka rencana penggrebekan harus ditunda saja. Kalau berdasar analisis tidak kondusif, maka batalkan saja, tunggu lain waktu.
Bagaimana dengan senjata api yang digunakan?
Masalah peralatan yang dibawa polisi, juga harus disesuaikan dengan situasi di lapangan. Tidak boleh hanya membawa mobil dinas dan senjata seadanya. Polisi, sebelum bergerak melakukan penggrebekan, harus melalui tahapan-tahapan. Segala kemungkinan yang bakal terjadi, harus bisa diantisipasi. Apalagi malam hari.
Bagaimana dari sisi masyarakatnya sendiri, yang melakukan aksi anarkis?
Memang juga ada faktor eksternal yang memicu aksi anarkis massa. Dalam beberapa tahun belakangan, aksi amuk massa yang marah kepada polisi, sudah sering terjadi. Kantor polisi dibakar, pos polisi dibakar. Jadi memang sudah ada kecenderungan antipati warga kepada polisi.
Apa penyebabnya?
Masyarakat sudah sakit hati kepada polisi. Dari hal-hal sepele, seperti polisi lalu lintas yang langsung menilang warga di jalanan. Warga merasa hukuman yang diterima tak sebanding. Mestinya, kalau melanggar di jalan, ditegur dulu lah. Ini membikin masyarakat sakit hati kepada polisi. Yang di jalan-jalan itu masyarakat kelas bawah.
Apa yang mestinya dilakukan polisi ke depan?
Kapolri harus instropeksi, melakukan evaluasi menyeluruh kepada jajarannya. Baik menyangkut aspek mental maupun profesionalisme dalam menjalankan tugas. Pengawasan kepada seluruh jajarannya harus diperketat. Selama ini pengawasannya lemah. Memang ada Irwasum, ada Propam, tapi masih lemah.
Kompolnas bagaimana peran pengawasannya?
Memang ada Kompolnas yang berperan sebagai pengawas eksternal. Namun Kompolnas perannya juga sulit diharapkan bisa mengawasi kepolisian secara obyektif. Kompolnas sekarang melekat ke kepolisian. Jadi sudah subyektif, tidak bisa obyektif. ****
BACA ARTIKEL LAINNYA... Saya Lebih Banyak Tahu Pemain
Redaktur : Tim Redaksi