"Bukan relokasi. Kalau relokasi kan kesannya bedhol desa, persepsinya tidak melindungi. Ini dipindahkan tapi dilindungi," ujar Soekarwo. "Kami ingin menyelamatkan yang kecil ini ke tempat yang layak," tambahnya.
Ketua DPD Partai Demokrat Jatim ini menjelaskan bahwa pemindahan tersebut bukan bermaksud untuk mengucilkan ataupun mengeksklusifkan. Tapi untuk memberikan keadilan. Namun keadilan tersebut harus dilihat dari kultur di wilayah tersebut. Jika warga syiah ini tidak dipindahkan, kemungkinan bentrok masih tinggi. Ini dikarenakan kedua belah pihak yang bertikai sama-sama keras.
Bukan hanya itu, kultur di daerah Sampang umumnya jika satu orang keluarga dibunuh maka anaknya akan mengingat-ingat siapa yang membunuh keluarganya tersebut. Nantinya si anak akan membalas kematian keluarganya. Kultur seperti ini jamak terjadi dan ini yang ingin dihindari oleh Pemprov Jatim. Maka dari itu jika warga syiah yang menjadi minoritas ini dibiarkan di tempat tersebut tidak menutup kemungkinan kejadian serupa bakal terulang dan tak akan pernah selesai.
Meski begitu bukan berarti rencana ini akan langsung dijalankan. Soekarwo menunggu kesepakatan dengan pihak-pihak terkait lebih dahulu. Rencananya dalam waktu dekat ia akan melakukan pertemuan dengan Forum Pimpinan Daerah (Forpimda), organisasi yang mewakili syiah di Indonesia Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), tokoh agama dari NU dan Muhammadiyah baik strutural maupun kultural, masyarakat dan berbagai elemen lainnya.
Sebab untuk masalah agama Pemprov memang tidak bisa ikut campur secara langsung. Terlebih kedua belah pihak mengatasnamakan agama. Untuk menyelesaikannya sulit karena masing-masing menawarkan surga. Dengan adanya pertemuan ini diharapkan ada solusi yang terbaik. "Saya tadi pagi ditelepon Presiden menanyakan kronologis dan solusi sekarang dan kedepan seperti apa," tegasnya.
Soekarwo menjelaskan bahwa berdasarkan paparan dari Organisasi Kerjasama Islam (OKI), syiah juga termasuk agama Islam. Meski begitu, ia meminta agar warga syiah tidak menggunakan syiar yang menyinggung kelompok lainnya. Misalnya dengan menyebutkan bahwa sahabat Rasulullah hanya Ali bin Abi Thalib. Local wisdom seperti itu harus benar-benar diperhatikan.
Sampai kemarin, terang Soekarwo, sudah ada 8 orang yang ditangkap. Tujuh orang ditangkap pagi dan satu orang menjelang siang. Senjata dari 8 orang ini juga dilucuti untuk mencegah konflik lebih lanjut. Selain itu masih ada 400 personil polisi dan 100 TNI yang diturunkan untuk melakukan pendekatan.
Untuk saat ini Pemprov sudah mendapatkan ijin dari Menteri Dalam Negeri (mendagri) untuk menggunakan anggaran bencana. Anggaran ini akan dikucurkan untuk warga syiah yang sementara diungsikan agar tetap bisa hidup dengan layak. Sebab mayoritas sudah tidak memiliki rumah lagi karena dibakar massa. "Ini solusi sementara, bagaimana sekolahnya, kesehatannya dan lain sebagainya," terangnya.
Ditanya apakah tidak menyalahi aturan, Soekarwo menegaskan bahw Pemprov akan bertanggung jawab. Sebab bagaimanapun juga Pemprov harus mengeluarkan uang untuk membantu. Terlebih Mendagri sudah memberikan kartu hijau. Uang tersebut akan diserahkan ke Kabupaten untuk digunakan memenuhi keperluan warga syiah yang mengungsi.
Pria yang akrab disapa dengan sebutan Pakde Karwo ini menyanggah jika kerusuhan ini ada nuansa politisnya. Misalnya saja menjelang pemilihan Gubernur. Sebab kerusuhan serupa sudah pernah terjadi akhir Desember 2011 lalu. Padahal saat itu tidak ada pemilihan.
Seperti diberitakan bentrok antara warga syiah dan non syiah di Sampang telah menewaskan satu orang. Satu orang lainnya sedang dalam kondisi kritis. Selain itu 20 titik pemukiman yang merupakan 37 rumah juga dibakar penduduk. (sha)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dampak Siklon Tropis Masih Ancam Sejumlah Daerah
Redaktur : Tim Redaksi