DAMASKUS – Tidak ada tanda-tanda bahwa kekerasan dan pertumpahan darah di Syria bakal segera reda. Bahkan, gempuran pasukan keamanan Syria di Kota Homs, sekitar 162 kilometer Damaskus, semakin brutal kemarin (14/2). Lembaga perlindungan HAM Syria pun menyebut serangan militer yang loyal kepada rezim Presiden Bashar al-Assad atas kota di barat Syria tersebut merupakan yang tergencar selama lima hari terakhir.
’’Bombardir atas wilayah Baba Amr (salah satu kawasan di Kota Homs, Red) dimulai sejak pagi dan ini yang paling intens dalam lima hari terakhir,’’ ujar Rami Abdel Rahman dari Lembaga Pemantau HAM Syria (SOHR) kemarin. ’’Rata-rata dua roket dalam satu menit menghajar wilayah itu,’’ tambahnya kepada Agence France-Presse via telepon. Data tersebut diperolehnya dari laporan di lapangan.
Laporan itu juga dibenarkan Hadi Abdullah dari Komisi Umum Revolusi Syria (GCSR), sebuah kelompok aktivis oposisi. Menurut dia, artileri dan senjata berat militer Syria secara massif terus menghajar wilayah Baba Amr, markas tentara pembangkang kelompok oposisi atau Free Syrian Army (FSA) di kota terbesar ketiga di negeri tersebut (setelah Damaskus dan Aleppo di utara).
’’Situasinya amat mengerikan. Banyak perempuan hamil di sana, serta penderita penyakit jantung dan diabetes. Hampir semuanya terluka sehingga tidak bisa dievakuasi,’’ paparnya dari lokasi.
Dia mengungkapkan bahwa pada Senin malam (13/2) tiga aktivis memasuki Kota Homs dengan menggunakan mobil. Saat itu mereka membawa roti, susu bayi, dan obat-obatan untuk dibagikan kepada warga yang membutuhkan.
’’Mobil itu langsung dihantam roket sehingga ketiganya tewas,’’ terangnya. ’’Kami sebetulnya sudah mengingatkan mereka bahwa situasinya sangat berbahaya. Tetapi, mereka (tiga aktivis, Red) menjawab: ’Siapa lagi kalau bukan kami yang membantu warga?’,’’ jelasnya.
Abdullah menambahkan bahwa kondisi kemanusiaan di Kota Homs terus memburuk. Yang paling mendesak saat ini adalah mengevakuasi korban terluka. Selama sepekan terakhir, korban tewas hanya dimakamkan di kebun atau halaman rumah karena tempat pemakaman juga menjadi target serangan tentara Assad. ’’Orang-orang juga memilih berlindung di tempat yang aman,’’ tuturnya.
Informasi itu juga senada dengan laporan Komisioner Tinggi HAM PBB Navi Pillay. Dalam pertemuan Majelis Umum (MU) PBB di New York pada Senin lalu (13/2), dia membeberkan bahwa serangan pasukan Assad merenggut nyawa sedikitnya 300 orang (oposisi) sejak 4 Februari lalu. Dia pun menyebut bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan mungkin telah terjadi di Syria di tengah aksi penumpasan atas kelompok oposisi.
’’Sifat maupun skala pelanggaran yang dilakukan tentara Syria mengindikasikan bahwa telah terjadi kejahatan atas kemanusiaan sejak Maret 2011,’’ ungkap Pillay. ’’Laporan independen dan tepercaya menyatakan bahwa kekejaman dan pelanggaran oleh militer telah terjadi sebagai bagian dari serangan sistematis dan meluas atas warga sipil.’’
Sejak rezim Assad menumpas berbagai demonstrasi anti-pemerintahannya setahun lalu, menurut aktivis, lebih dari 6 ribu orang telah tewas di Syria. Sedangkan PBB menyebut lebih dari 5.400 nyawa melayang di Syria tahun lalu. Para aktivis juga menyebut bahwa pasukan Assad menewaskan sedikitnya 500 orang di Homs sejak 4 Februari lalu ketika mereka menyerang kota itu dengan tank, mortir, dan roket. Komite Koordinasi Lokal Syria (LCCS), jaringan aktivis oposisi, menyatakan bahwa total lebih dari 680 orang tewas di Syria sejak pekan lalu.
Serangan itu terjadi di hari yang sama ketika Rusia dan Tiongkok memveto draf resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB yang mengutuk kekerasan di Syria dan minta Assad mengundurkan diri dari kekuasaannya. Usulan pengiriman pasukan penjaga perdamaian yang dilontarkan Liga Arab dan didukung PBB dan Uni Eropa ditolak rezim Assad.
Kendati korban terus berjatuhan, perlawanan oposisi di Syria tidak mengendur. CNN melaporkan kemarin bahwa warga Syria mulai menyadari kemungkinan perang total (perang saudara) dalam waktu dekat. Mereka pun telah siap menghadapi kemungkinan itu.
’’Setiap orang yang kami ajak bicara meyakini bahwa negeri ini sedang menuju perang (saudara) sengit,’’ terang Arwa Damon, wartawan CNN yang melaporkan langsung dari wilayah Syria, dini hari kemarin. ’’Banyak orang sadar dan bisa menerima bahwa akan terjadi perang berdarah dan lebih banyak lagi jatuh korban jiwa,’’ tambahnya.
Laporan tersebut agaknya tidak berlebihan. Di sejumlah wilayah, puluhan pemuda terlihat berlatih menembak dan strategi perang. Sejumlah anggota FSA membantu mereka menguasai senjata.
Negara-negara Arab juga memberi sinyal siap membantu senjata bagi oposisi. Itu diambil setelah para menlu Arab, yang dimotori oleh negara-negara Teluk, bertemu di sebuah hotel di Kairo, Mesir, Senin malam (13/2). Hal ini dinilai sesuai Pasal 9 resolusi Liga Arab yang disetujui Minggu (12/2) bahwa negara-negara Arab akan ’’menyediakan’’ segala dukungan politik dan material’ bagi oposisi Syria.
’’Tidak bisa diterima bahwa rezim Assad menerapkan segala bentuk pembunuhan atas warga sipil. Padahal, kita tak berbuat apa-apa,’’ ujar seorang diplomat Arab. ’’Kami akan mendukung oposisi secara finansial dan diplomatik. Tetapi, jika pembunuhan oleh rezim Assad berlanjut, warga sipil harus dibantu untuk melindungi diri,’’ lanjutnya. (AFP/CNN/RTR/cak/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Afsel Rilis Uang Bergambar Mandela
Redaktur : Tim Redaksi