Warganet Meminta Kemudahan Izin Usaha Perikanan, Ini Penjelasannya

Kamis, 18 Juni 2020 – 19:31 WIB
Kapal nelayan yang bersandar di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa, Natuna. Foto: ANTARA News/Natisha Andarningtyas

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo diminta membenahi tumpang tindih kewenangan antardirektorat jenderal/badan di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Salah satu yang harus jadi perhatian adalah kewenangan mengeluarkan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP).

BACA JUGA: Realokasi Anggaran KKP Harus Menyasar Nelayan dan Pelaku Usaha Perikanan

Dua hari lalu, di Twitter ramai tagar #SKPRibet dan #ReformasiBirokrasi. Netizen mengeluhkan sulitnya mendapatkan SKP karena birokrasi yang berbelit. Pengusaha ikan disebut-sebut sangat terdampak atas kondisi ini.

Direktur Bina Mutu dan Diversifikasi Produk Kelautan Direktorat Jenderal PDS Trisna Ningsih membantah pengurusan SKP lama dan berbelit-belit.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Dirut PLN Minta Maaf, Puluhan Aplikasi Berbahaya, Saran Ruhut

Menurutnya, perlu komitmen dari pelaku usaha untuk memenuhi persyaratan dalam pengurusan SKP, terutama terkait penerapan Cara Pengolahan Ikan yang Baik dan Prosedur Operasional Standar Sanitasi di Unit Pengolahan Ikan dalam rangka menjamin mutu dan keamanan produk yang dihasilkan agar kesehatan konsumen terlindungi.

"Bangunan, fasilitas, peralatan, karyawan, air, es, bahan baku, kemasan dan lain-lain harus memenuhi persyaratan dan sistem yang dijalankan dalam proses penanganan dan pengolahan produk perikanan harus termonitor dan terdokumentasi di setiap tahapan untuk menjamin itu semua," ujar Trisna saat dihubungi, Kamis, 18 Juni 2020.

BACA JUGA: Target Perikanan Tangkap Terhambat Masalah Birokrasi

Dia mengatakan, semua proses untuk mendapatkan SKP bisa melalui SKP Online sehingga terpantau dari mulai pelaku usaha mengajukan permohonan baik di dinas maupun di pusat.

Menurut Trisna, waktu pelayanan SKP sekarang dipercepat dari tujuh hari menjadi tiga hari apabila semua persyaratan lengkap, yaitu NIB, Surat Izin Usaha Perikanan/TDUP/IUI, Sertifikat Pengolah Ikan atau sertifikat keamanan pangan setara yang dimiliki penangungjawab mutu di UPI, Panduan Mutu GMP SSOP sesuai jenis produk yang diajukan, Rekomendasi Kelayakan Pengolahan dari Pembina Mutu di Daerah/Dinas.

"Kami memiliki Personal Pembina Mutu di Pusat dan Daerah yang kompeten untuk melaksakan pembinaan SKP ke pelaku usaha. Tidak ada dikenakan biaya apapun. Dan semua proses dilakukan sesuai Standar pelayanan dan SOP," kata Trisna.

Menanggapi hal itu, Guru Besar Sekolah Bisnis IPB Syamsul Maarif mengatakan keluhan netizen tersebut merupakan buntut dari adanya dua sertifikasi di KKP.

Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) mengeluarkan SKP, sedangkan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) mengeluarkan sertifikat Hazard Analysis And Critical Control Point (HACCP).

Kedua sertifikat sama-sama menjamin keamanan pangan. Tapi yang sejauh ini diakui Uni Eropa adalah HACCP, sertifikat yang dikeluarkan BKIPM.

"Seharusnya tidak perlu SKP karena negara tujuan tidak memerlukan itu. Negara tujuan hanya perlu HACCP," kata Syamsul.

Syamsul menyarankan agar tugas PDSPKP ke depan lebih fokus pada pembinaan. Sedangkan sertifikasi biar jadi kewenangan BKIPM.

Menurutnya, wajar kalau pengurusan SKP memakan waktu cukup lama karena prosesnya melibatkan dinas-dinas yang secara struktural tidak di bawah KKP.

Menurut Syamsul, Menteri Edhy harus segera membereskan masalah ini. Negara-negara lain seperti Cina dan Australia urusan sertifikasi sudah menjadi kewenangan satu lembaga.

"Apalagi competent authority akan diaudit Uni Eropa. Jangan sampai masalah seperti akan jadi menyulitkan kita sendiri," tegas Syamsul. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler